Teka-teki siapa yang akan mendampingi SBY sebagai Cawapres dalam pilpres Juli mendatang sudah mulai terjawab. Walaupun belum secara resmi diumumkan, namun sudah dapat dipastikan bahwa Boediono akan berduet dengan SBY. Mengapa mengambil calon wapres yang non-partisan? Pasti ini telah melalui pertimbangan yang matang. SBY pasti tidak akan bertindak sendiri tanpa mendengar dari analis dan penasihat politiknya. Pada waktu SBY mengumumkan 5 kriteria Wapres beberapa waktu yang lalu, sebetulnya sudah tersirat bahwa SBY nampaknya tidak mau lagi Wapres yang berasal dari parpol. Jadi intinya, SBY sudah trauma punya wapres yang dari parpol. Hal ini didasari pengalaman selama 5 tahun menggandeng JK sebagai Wapres. JK terkesan kurang loyal, tidak tulus,sering jalan sendiri dan bahkan bak “buah semangka berdaun sirih, aku begini engkau begitu”. Saya sering kasihan sama SBY, dalam beberapa situasi sering kehilangan control terhadap JK.
Ungkapan bahwa “ my loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins” tidak berlaku di Indonesia. Wapres yang berasal dari parpol pasti punya agenda sendiri untuk partainya. Apalagi kalau dia ketua umum dari partai yang besar. Jadi sebetulnya negara ini rugi membayar gaji JK , karena sebagian waktunya dicurahkan untuk Golkar. Bahkan banyak sekali fasilitas negara seperti : transportasi, akomodasi, dan pengawalan yang dinikmati dalam rangka membina partai Golkar.
Mengapa harus Boediono? Kalau saya harus memilih pembantu tentu saya akan memilih orang yang betul-betul dapat bekerja sama dan mendukung program-program saya. Istilah kerennya mempunyai “chemistry” yang sama. Dari segi personality SBY-JK memang tipe yang berbeda. SBY terlalu banyak pertimbangan, JK ingin serba cepat saja. SBY negarawan, JK pedagang. Penunjukkan Boediono yang ekonom handal juga memberi sinyal bahwa SBY, kalau nanti terpilih lagi, akan lebih banyak memberikan perhatianpada masalah-masalahekonomi. Walaupun sebagian orang mengatakan Wapres adalah jabatan politis, nampaknya SBY ingin nanti Wapresnya tidak terlalu banyak diganggu masalah-masalah politik, tetapi hanya fokus pada soal ekonomi. Dan ini hanya mungin kalau wapresnya dari non-partai.
Yang menarik untuk disimak, mengapa nama Boediono baru mengkristal setelahkomunikasi politik antara Demokrat dengan PDIP semakin menguat. Apakah ini bagiandari deal politik dengan SBY kalau PDIP jadi bergabung dengan Demokrat? Jadi PDIP mau berkoalisi dengan Demokrat dengan syarat Wapresnya bukan dari parpol. Karena sebetulnya, dari angka perolehan suara, PDIP yang lebih berhak untuk mendapat kursi Wapres. Tapi Megawati kan nggak mungkin jadi wapresnya SBY, sedang kandidat lain PDIP tidak punya.
Untuk kebaikan bangsa dan negara, pasangan SBY-Boediono saat ini adalah pasangan yang terbaik. Namun bukan berarti tanpa kritik. Kedua-duanya mempunyai leadership style yang kurang lebih sama, lamban dalam mengambil keputusan. SBY terlalu banyak pertimbangan, Boediono terlalu low profile. Negara kita ini masih belum keluar benar dari krisis. Masalah kemiskinan, kesempatan kerja, utang luar negri masih merupakan problem utama negara kita. Diperlukan pemimpin yang berani dan cepat dalam mengambil keputusan. Diperlukan kepemimpinan yang lebih mak joss.
Telpon seluler, atau lebih sering disebut dengan HP, mulai masuk di Indonesia awal tahun 90-an. Saya mulai pakai tahun 92, ketika menjabat sebagai Pinwil BRI Surabaya. Itupun inventaris kantor, karena harganya masih mahal sekali, sampai Rp17 jutaan. Saya baru beli HP sendiri sekitar akhir tahun 95. Sekarang semua orang punya HP, termasuk tukang sayur, tukang ojek, sampai ke kuli bangunan. Dulu sebelum ada HP hidup sebetulnya lebih teratur dan terencana. Kalau kita misalnya, dari Surabaya akan ke Jakarta dan minta dijemput di Jakarta, maka sejak sebelum berangkat sudah harus memberi instruksi lengkap tentang jam berapa mendarat, diterminal mana, dengan pesawat apa dsbnya. Sesudah itu hampir tidak ada komunikasi lagi. Jadi, kalau ada keterlambatan pesawat atau perubahan jadwal, sering penjemput harus menunggu berjam-jam di terminal. Sekarang dengan mudahnya berkomunikasi dengan HP, orang banyak yang menganut filsafat “gimana nanti” aja. Toh ada HP, nanti gampang sambil jalan bisa dihubungi. Misalnya, kita ada janji makan siang dengan relasi di restoran A. Ternyata karena suatu hal harus pindah ke restoran B, maka dengan mudah kita bisa merubahnya tanpa terlalu merepotkan partner makan siang kita. Nyonya rumah dalam perjalanan pulang ingin belanja dulu di Carrefour. Sesampai di supermarket baru nelpon si Iyem, sang PRT, untuk mengecek apa-apa saja persediaan di rumah yang sudah habis. Toh si Iyem juga punya HP. Di era tehnologi informasi ini keberadaan HP memang membuat hidup ini semakin nyaman dan mudah. Hampir tidak terbayang kita pergi keluar rumah tanpa membawa HP. Sekarang tersedia berbagai macam HP, dari mulai yang sederhana sampai yang canggih sekali. Dari yang hanya bisa untuk telpon dan SMS saja, sampai yang bisa akses internet dan membuka facebook. Hargapun mengikuti tingkat kecanggihannya. Semakin banyak fitur yang tersedia semakin mahal harganya. Namun tidak semua orang bisa mencerna tehnologi telpon seluler. Teman saya ada yang sampai sekarang tidak bisa membalas SMS. Bahkan untuk menelponpun harus melihat ke buku kecil yang berisi daftar no telpon, walaupun di HP-nya tersedia fasilitas phonebook. Teman saya yang lain membeli Nokia Communicator, yang waktu itu lagi ngetren sekali. Suatu hari saya mengirim SMS tapi tidak ada respons, walaupun di menu report sudah ada pesan “delivered”. Ketika keesokan harinya saya tegor mengapa SMS saya tidak dibalas, denga tenang dia menjawab: “Wah saya tidak diberitahu, pembantu saya kan tidak ada dirumah kemarin.” Wah saya langsung nangkap kalau dia memang hanya bisa beli saja tetapi nggak tahu cara pakainya. Apa hubungannya SMS dengan pembantu rumah tangga. Sekarang keluar HP merk BlackBerry (BB) yang bisa uuntuk mengakses internet, bahkan bisa untk komunikasi via Facebook atau Yahoo Messenger. Sebetulnya HP ini didesain untuk mereka yang sifat pekerjaaannya sangat mobil tetapi perlu secara terus menerus di update dengan info2 atau file-file dari kantornya. Bukan untuk sekedar bisa chating via facebook (FB). Tetapi nampaknya tidak sedikit yang membeli BB ini hanya sekedar untuk bisa main FB. Jadi agar tidak ketinggalan jaman. Kalau benar, ini suatu lifestyle yang mahal sekali. Ini adalah ciri masyarakat yang “snobist”. Akhir-akhir ini saya sering lupa membawa HP. Mula-mula terasa ada yang kurang, tetapi lama-lama biasa juga. Mungkin karena saya sudah pensiun dan kegiatan saya tidak terlalu banyak. Sekarang kalau saya pergi main golf sengaja tidak membawa HP. Atau, kalau sudah terlanjur membawa, biasanya saya tinggal di locker supaya tidak mengganggu konsentrasi permainan saya. Bagaimana dengan anda? Pernah mencoba sekali-sekali pergi tanpa HP?
Partai Demokrat(PD) untuk saat ini resmi bercerai dengan Golkar, tapi belum sampai ke talak 3. Jadi masih mungkin sekali rujuk kembali, tanpa harus melalui perkawinan sela. Kesepakatan politik koalisi SBYdengan JK(Golkar) tidak mencapai titik temu. SBY mau dan membutuhkan Golkar untuk membentuk pemerintahan yang kuat, tapi tidak mau lagiberduet dengan JK. Sedang Golkar ngotot mengusung JK sebagai pendamping SBY untuk posisi RI 2. Setelah ditolak SBY, JK mencoba melakukan pendekatan ke PDIP untuk alternatif koalisi. Tapi sayang, langkah inipun juga tidak membuahkan hasil. Megawati nampaknya sudah semakin mesra dengan Prabowo dan sudah bulat niatnya untuk menggandeng Prabowo sebagai Cawapres. PDIP memang masih bersedia koalisi dengan Golkar, tetapi dalam kerangka membentuk pemerintahan yang kuat, bukan dalam masalah Capres-Cawapres. Prabowo sudah merupakan harga mati utnuk mendampingi Megawati. Jadi peluang JK untuk menjadi Cawapres-pun tidak ada.
Kalau pasangan Mega-Prabowo ini nanti jadi maju dalam Pilpres mendatang, akan merupakan lawan yang berat bagi SBY. Dalam waktu relatif singkat kepopuleran dan akseptabilitas Prabowo cukup tinggi. Mesin kampanyenya sangat kuat dan program-program kampanye digarap dengan baik dan terarah. Dikalangan pemilih muda Gerindra berhasil menciptakan “political awareness”. Tidak salah kalau Mega memilih mantan Danjen Kopassus ini.
JK maju sendiri?
Alternatif yang tersedia kalau JK ingin terus maju sebagai Capres, ya maju sendiri sebagai poros ke 3. Karena perolehan suaranya kurang dari 20 %, berarti Golkar harus koalisi dengan partai lain. Dengan siapa? Yang belum secara resmi menyatakan arah koalisinya tinggal PAN, PPP dan PBB. PAN sudah dapat dipastikan akan bergabung dengan kubu SBY, tinggal menunggu pernyataan resmi Sutrisno Bachir setelah bertemu dengan Amin Rais nanti. PPP masih diam saja, menunggu sampai koalisi yang terbentuk semakin mengkristal. Tapi saya kira PPP tidak akan mau bergabung dengan Golkar selama calon presidennya masih JK. Jadi kemungkinan besar PPP akan bergabung dengan PD. Apalagi PPP sudah menikmati hasil koalisi yang lalu, dengan cukup banyaknya kader-kader PPP yang mendapat posisis penting di pemerintahan SBY. Untuk PBB, perolehan suaranya kecil sekali, jadi bisalah diabaikan. Kasihan juga kalau melihat Golkar(JK) sebagai partai besar harus mengemis kesana-sini untuk mencari pasangan. Coba perhatikan, kalau Golkar ingin melakukan PDKT ke PDIP, JK sendiri yang harus datang ke Teuku Umar (Mega). Sebaliknya kalau PDIP ingin melakukan komunikasi politik dengan Golkar, hanya menyuruh Taufik Kiemas(TK) dengan Puan Maharani. Sebetulnya ketua PDIP itu Mega atau TK
Rujuk lagi dengan Demokrat ?
Melihat situasi diatas, nampaknya tidak ada jalan lain bagi Golkar kecuali kembali rujuk dengan Demokrat. Ini kalau masih mengincar kursi RI 2. Tidak usah malu-malu. Ingat, dunia politik itu tidak mengenal rasa malu, gengsi, harga diri atau integritas. Yang ada hanya kepentingan, kesempatan dan pragmatisme. PD dan Golkar saling membutuhkan. Petinggi-petinggi kedua partai perlu bicara lagi dengan kepala dingin dan tidak emosional. Tapi yang jelas Golkar jangan coba-coba mengajukan JK sebagai Cawapres. Masih ada 2 nama yang potensial, Akbar Tanjung(AT) dan Sultan X. Kedua-duanya bersedia menjadi Wapres. Kalau harus memilih saya lebih condong ke AT. AT pengalaman politik dan birokrasinya sangat kaya. Disampaing itu duet Jawa-Non-Jawa kayanya lebih bisa diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Masih ada waktu sampai 9 Mei nanti. Politik itu cair sekali, segalamya masih bisa berubah.
Tanda-tanda SBY tidak mau berduet lagi dengan JK terlihat ketika SBY mengumumkan kriteria untuk menjadi Cawapres. Disitu disebutkan bahwa Wapres mendatang harus bukan Ketua Umum suatu partai. Ketika tim perunding Golkar tetap mengajukan JK sebagai calon tunggal Wapres, Parta Demokrta menrespons dengan meminta agar Golkar mengajukan lebih dari 1 nama. Nah ini tambah jelas lagi kalau SBY sudah tidak mau lagi dengan JK. Mengapa SBY tidak mau lagi dengan JK, ini menarik untuk dikaji. Rupanya selama hampir 5 tahun ini SBY ibaratnya memelihara anak macan, setelah besar tetap saja menggigit tuannya. JK dinilai sering mengambil langkah-langkah yang melampaui kapasitasnya sebagai Wapres. Rakyat menilai JK buakan saja tidak dapat bekerja sama dengan SBy, tetapi juga terkesan tidak loyal dan tidak tulus, Kata pepatah, bagaikan api dalam sekam atau sering menggunting dalam lipatan. Setelah ditolak SBY, nampaknya JK tersinggung sehingga dia memutuskan untuk maju sendiri sebagai Capres. Kelihatannya ini sebagai keputusan partai, tetapi sebetulnya bukan. Ini lebih banyak didiorong reaksi emosional JK yang didukung sebgian kecil pimpinan Golkar. Sebagian petinggi Golkar yang lain tetap menghendaki Golkar berkoalisi dengan PD. Kalau Jk tidak dapat diterima SBY, ya ajukan calon lain. Menurut saya sebetulnya masa keemasan JK sudah beralhir, baik sebagai Wapres maupun sebagai Ketua Umum Golkar. Ada tuntutan untuk menyelenggarkan Munaslub, dengan salah satu agenda meminta pertanggungan jawab JK mengenai kekalahan Golkar dalam Pemilu 2009. Untuk maju sebagai Capres Jk jelas harus berkoalisi dengan partai lain. Golkar merapat lagi dengan PDIP. Tetapi Golkar juga harus realistis, kalau menggandeng PDIP apa tetap ngotot mau jadi Presiden, karena Mega sudah jauh-jauh hari menyatakan mau maju sebagai Capres. Lantas, kalau menerima posisi sebagai wapres terus Prabowo dikemanakan. Kalau Mega akan mengambil JK sebagai Wapres, sudah hampir pasti Prabowo akan keluar dari kubu PDIP. Jadi, Mega harus memilih antara JK dengan Prabowo. Suatu pilihan yang tidak mudah. Untuk membentuk pemerintahan yang kuat , baik disisi eksekuitf maupun legislatif, Mega memerlukan Golkar. Tetapi untuk memenangkan Pilpres figur JK kurang menjual. Prabowo akseptabilitasnya lebih tinggi. Disampihg itu Prabowo mesin kampanyenya kuat sekali. Harus saya akui selama Pemilu ini kampanya yang saya nilai paling terarah dan efektif adalah dari Gerindra, khususnya yang menggunakan media masa. Jadi, kalau Mega tetap akan mengambil JK sebagai pendamping, maka slkenarionnya kira-kira Prabowo akan maju sendiri sebagai Capres menggandeng Hanura, PBB dan partai-partai kecil lainnya. Jadi kira-kira akan ada 3 pasang Capres-Cawapres. Pemilu ini terlalu mahal dan melelahkan, Kita berharap Pilpres nanti cukup satu putaran saja.
Didalam politik tidak ada yang namanya hati nurani, harga diri, integritas, kawan sejati, atau musuh sejati. Yang ada adalah kepentingan, oportunitas dan pragmatisme. Yang mempunyai ideologi atau idealisme hanyalah konstituen yang setia saja. Di kalangan elite politik semuanya itu tidak ada. Karena ujung-ujungnya adalah perebutan kekuasaan. So, the name of the game is “Power”. Jadi dinamika politik bisa sangat cepat berubah, tergantung perubahan kepentingan dan oportunitas yang muncul. Baru bulan lalu JK menyatakan akan maju sebagai Capres dari Golkar untuk melawan SBY. Langkah ini sebetulnya agak emosional, terprovokasi pernyataan Ahmad Mubarok, petinggi Partai Demokrat, yang memandang rendah kemampuan perolehan suara Golkar di pemilu 2009. Pada waktu itu Golkar juga sangat optimis masih bisa unggul dalam Pemilu 2009, seperti yang dialami dalam Pemilu 2004. Ternyata perolehan suara Golkar merosot drastis, sehingga tidak mungkin Golkar maju sendiri mengusung JK sebagai Capres. Disini Golkar harus realistis dan perlu menimbang lagi apa masih akan maju (baik sebagai Cawapres atau Capres) melawan SBY atau kembali berduet dengan SBY. Apapun pilihannya Golkar harus berkoalisi dengan partai-partai lain. Pilihan pertama nampaknya jatuh ke PDIP. Namun JK harus bersedia sebagai Cawapres, karena Megawati sudah jelas akan maju sebagai Capres. Tapi disini Golkar juga harus pragmatis, pertama : kalau hanya ingin mengambil kursi Cawapres buat apa koalisi dengan PDIP. Kedua: kalau Mega kalah, posisi Wapres akan hilang. Dengan partai-partai lain nampaknya pilihan semakin sempit. PKS dan PKB jauh-jauh hari sudah mendekat ke Partai Demokrat, Hanura dan Gerindra juga sudah menyatakan satu poros dengan PDIP. Jadi tinggal PPP dan PBB. Dari daerah-daerah, DPD-DPD Golkar menghendaki agar Golkar tetap maju sendiri dan tidak kembali “rujuk” dengan SBY. Tentunya ini lebih karena pertimbangan harga diri, serta menjaga kehormatan dan integritras partai. Golkar, sebagai partai besar, sekali menyatakan akan maju sebagai penantang SBY harus tetap maju apapun konsekekuensinya. Namun dikalangan elite Golkar tidak demikian pola pikirnya. Dari pertimbangan oportunitas kesempatan Golkar untuk menduduki kursi orang nomer 2 di RI ini hanya kalau bergabung dengan SBY. Dengan tetap berduet dengan SBY, kalau menang, akan banyak posisi di kabinet yang akan diberikan kepada kader Golkar. Di parlemen koalisi partai pemerintah juga akan berusaha supaya pimpinan DPR dan komisi-komisi strategis juga akan jatuh ditangan Golkar. Ini semua adalah masalah interest atau kepentingan. PKS mengancam akan keluar koalisinya dengan PD kalau JK kembali berduet dengan SBY. Sekali lagi ini juga masalah kepentingan dan oportunitas. Kalau JK kembali berduet dengan SBY maka kans PKS untuk mengajukan kadernya sebagai Cawapres akan hilang.
Pemilu Legislatif telah selesai dilaksanakan. Tanpa menunggu hasil perhitungan final KPU, dari berbagai quick count sudah dapat diketahui bahwa Partai Demokrat menduduki nomer 1 dalam perolehan suara. Apa arti kemenangan Partai Demokrat ini? Ini adalah pesan yang sangat jelas bahwa rakyat menghendaki agar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tetap diberi kepercayaan sebagai presiden untuk 5 tahun lagi. Logikanya sederhana, supaya SBY bisa maju lagi dalam Pilpres mendatang kita berikan suara sebanyak-banyaknya ke Partai Demokrat.
Dengan perolehan suara sebesar 20 % lebih, SBY sebetulnya bisa maju sendiri sebagai Capres tanpa dukungan partai-partai lain. Tetapi untuk kestabilan politik dimasa mendatang SBY perlu berkoalisi dengan partai lain. Koalisi bukan hanya sekedar untuk mencari Cawapres, tetapi juga untukmembentuk pemerintahan yang kuat mengingat sangat dominannya peran DPR di stelsel ketatanegaraan kita sekarang ini. Artinya, hasil koalisi ini nantinya juga akan membuat pemerintah kuat di DPR.
Koalisi dengan siapa?
Untuk membentuk pemerintahan yang kuat ada dua partai besar yang sangat efektif untuk digandeng, yaitu : PDIP dan Golkar. PDIP jelas tidak mungkin karena kubu Megawati nampaknya sudah patah arang dan menyatakan SAY NO TO SBY, dan memilih lebih baik jadi oposisi daripada berkoalisi dengan SBY. Jadi, pilihan tinggal pada Golkar. Golkar adalah partai yang sangat berpangalaman dan mempunyai infrastruktur politik danbirokrasi yang kuat sampai ke daerah-daerah. Jelas SBY membutuhkan Golkar, walaupun tidak harus Jusuf Kalla (JK). Perolehan suara Golkar yang berada dibawah PDIP menunjukkan bahwa figur JK ternyata tidak mampu menggaetsuara rakyat. Berbeda dengan PDIP yang tidak mempunyai kader-kader pemimpin yang kuat, Golkar kaderisasinya termasuk bagus. Banyak tokoh-tokoh Golkar yang layak memimpin partai yang besar ini maupun layak maju sebagai pemimpin negara ini. Ada Akbar Tanjung, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, Sri Sultan X, Agung Laksonso, untuk menyebut beberapa diantaranya. Dari beberapa nama diatas saya pribadi menilai hanya Sri Sultan yang paling pas mendampingi SBY. Tapi Sri Sultan kan juga ingin jadi Presiden. Masalah lain, mungkinkah salah satu figur ini maju sebagai Cawapres mewakili Golkar mengingat JK sudah menyatakan maju sebagai Capres dari partai yang sama.
Kalau Golkar tidak mungkin, maka masih ada PKS, PAN, PPP atau PKB yang bisa diajak koalisi. Tetapi menurut saya tidak Gerindra atau Hanura.
Bagaimana nasib JK?
Sebagaimana SBY, JK-pun perlu berkoalisi dengan partai lain untuk bisa maju sebagai Capres. Apalagi perolehan suara Golkar dibawah 20 %. Beberapa waktu yang lalu, sebelum Pemilu, nampak tanda-tanda pendekatan Golkar-PDIP. Kalau betul-betul JK akan berkoalisi dengan Megawati, sekarang posisi tawar JK tidak kuat lagi mengingat perolehan suara Golkar dibawah PDIP. Jadi JK harus bersedia maju sebagai Cawapres. Kalau hanya sebagai Wapres, mengapa dulu harus pisah dari SBY. Kans untuk tetap jadi Wapres masih tetap besar dengan terus berduet dengan SBY dibanding kalau maju sendiri dengan Megawati. Rakyat sudah merasakan bagaimana Mega memimpin negara ini selama 3 tahun. Menurut saya enough is enough.
Dengan tetap menjadi Wapres-nya SBY kesempatan untuk maju sebagai Capres di tahun 2014 cukup besar(kalau tidak dianggap terlalu tua), mengingat dia tidak harus bersaing dengan incumbent.
“Jangan lupa mampir ke warung kopi Aceh…”, itu pesan dari teman-teman ketika mendengar saya akan ke Aceh.Akhir tahun lalu sampai Maret 2009 saya sempat tinggal, atau lebih tepatnya bekerja, di Banda Aceh. Saya dikontrak Asian Development Bank (ADB) selama 4 bulan, sebagai konsultan menggarap proyek pengembangan Bank BPD Aceh. Saya sudah beberapa kali ke Aceh, baik waktu masih di BRI maupun ketika bertugas di Dana Pensiun BRI. Terakhir saya ke Aceh tahun 2005, bersama-sama Pak Sardjono (Ketua Umum PB PP-BRI waktu itu), Pak Sudarmanoe, Pak Petrus Sarwoko (alm), dalam rangka memberikan bantuan dan santunan kepada pensiunan BRI yang menjadi korban tsunami.Pada waktu itu Banda Aceh masih porak poranda, belum banyak bangunan yang direhabilitasi. Sudah banyak LSM, NGO, dan Lembaga Donor Internasional yang berdatangan di Aceh, namun mereka baru pada tahap penelitian, belum mulai membangun.
Sekarang Banda Aceh sudah jauh berbeda,semakin cantik dan kegiatan ekonominya semakin menggeliat. Hampir tidak terlihat sisa-sisa bekas tsunami. Mobil-mobil baru berseliweran di jalan-jalan yang mulus. Toko-toko lama sudah direhabilitasi dan ratusan ruko-ruko baru dibangun. Dulu agak kesulitan kalau mau makan, karena hanya satu dua restoran saja yang buka. Sekarang cari makanan apa saja ada. Masakan Cina, Barat, Padang, Ayam Bakar Wong Solo, Pondok Raja Kuring, Ayam Penyet Surabaya, dan tentu saja puluhan restoran spesifik Aceh. Namun yang paling mencolok adalah banyaknya warung-warung kopi baru bermunculan disetiap sudut kota. Bahkan saking banyaknya warung kopi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), negeri ini sering disebut sebagai negeri dengan sejuta warung kopi.
Warung atau restoran?
Warung kopi Aceh tidak sama dengan warung kopi ditempat-tempat lain. Jika diajak minum kopi di Aceh, jangan membayangkan warung kopi seperti Starbucks, Espresso, atau the Coffee Bean. Warung kopi di Aceh lebih tepat disebut sebagai warung makan. Hidangan utama memang kopi dan berbagai jenis makanan ringan khas Aceh. Namun bagi yang memang lapar bisa juga memesan makanan beratseperti : nasi gurih, nasi goreng, mi Aceh, mi bakso, sate, martabak. Untuk makanan berat ini umumnya tidak dimasak oleh pemilik warung, tapi disediakan oleh padagang dorongan yang bergabung dengan warung kopi tsb. dengan sistim bagi hasil.
Kios-kios dan toko-toko, juga warung kopi, di Aceh umumnya dibangun tidak persis dipinggir jalan, tetapi agak masuk kedalam. Jadi rata-rata mempunyai halaman depan yang cukup luas untuk menaruh puluhan meja dan kursi. Mejanya kecil dan pendek, dengan empat kursi plastik yang juga pendek dengan posisi agak menyandar kebelakang. Pada awalnya saya agak heran, dimana enaknya duduk dikursi pendek sambil minum atau makan. Namun setelah saya coba, memang ini kursi yangpaling cocok untuk minum kopi. Ibaratnya sekali duduk minum kopi lupa berdiri. Sambil menikmati kopi, dimeja disuguhi berbagai jenis kudapan khas Aceh yang mayoritas rasanya manis.
Rasa kopi yang khas
Saya sendiri, untuk alasan kesehatan, sebetulnya sedang dalam proses mengurangi konsumsi kopi, malah kalau bisa berhenti sama sekali. Di rumah saya minum decafinated instant coffee (kopi tanpa cafein). Tetapi setelah mencicipi kopi Aceh nampaknya susah mau berhenti. Kopi Aceh umumnya dari jenis Arabica, dan menurut orang-orang sana, katanya waktu memproses dicampur sedikit mentega. Dan untuk memperoleh rasa yang khas, cara penyajiannya pun berbeda. Kebanyakan kita membuat kopi dengan menaruh beberapa sendok kopi di cangkir kemudian diseduh dengan air panas.Kopi Aceh diseduh langsung dalam air mendidih dan dibiarkan mendidih selama 2 atau 3 menit. Sebelum dituang kedalam gelas tutup rapat-rapat beberapa saat supaya aromanya tidak kemana-mana tetapi kembali masuk kedalam air kopi.Kopi Aceh umumnya dibuat tidak terlalu manis, sehingga terasa sangat pas ditemani kudapankhas Aceh yang serba manis.
Fungsi warung kopi
Di NAD, telah menjadi tradisi bagi kaum prianya untuk menikmati kopi di warung-warung. Bahkan di jam-jam kantor pun, banyak juga para pekerja melewatkan waktunya di sini. Bagi kaum lelaki Aceh, warung kopi tidak hanya sekedar tempat untuk menikmati secangkir kopi dan beberapa makanan khas Aceh lainnya, namun telah berkembang dengan fungsinya yang lebih luas, seperti fungsi sosial, yaitu sebagai tempat memperkuat silaturahim antar kelompok atau antar sahabat; fungsi politik, sebagai tempat diskusi isu-isu politik dan pemerintahan baik tingkat lokal, nasional maupun internasional; fungsi ekonomi, yaitu sebagai tempat pertemuan untuk melakukan lobi-lobi bisnis.
Ngopi juga sudah menjadi sarana hiburan dan bagian dari life style masyarakat Aceh. Nongkrong berlama-lama sambil ngobrol kesana lemari walaupun hanya membeli secangkir kopi sudah menjadi pemandangan umum. Mehreka gemar berkumpul bersama dan aktivitas yang dilakuk.an adalah ngopi. Yah, maklum saja, provinsi ini menerapkan hukum syariat Islam, jadi tempat hiburan malam pun tak banyak di sana. Bahkan bioskop pun tidak ada. Jadilah warung-warung kopi itu menjadi wadah untuk ajang temu dengan kawan, relasi bahkan kumpul keluarga
Kopi, rokok dan wanita.
Prosentase orang yang merokok di Aceh barangkali yang paling tinggi dibanding dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Dimana-mana orang merokok, tidak terkecuali di warung kopi. Mungkin agak susah bagi Pemda untuk mengeluarkan “qanun” (peraturan daerah) tentang larangan merokok ditempat-tempat tertentu.Apalagi melarang merokok di warung kopi, karena kopi dan rokok hampir tidak dapat dipisahkan. Salah satu faktor yang membuat saya tidak terlalu sering ke warung kopi ialah karena saya paling tidak tahan bau asap rokok. Biasanya saya mencari tempat duduk yang diluar agak dipinggir, sehingga bau rokok ternetralisir oleh tiupan angin.
Kalau rokok sudah identik dengan warung kopi, sebaliknya, wanita hampir tidak pernah ditemukan nongkrong di warung kopi. Saya pernah menanyakan ke beberapa wanita Aceh kenapa tidak ada wanita mampir ke warung kopi. Mereka menjawab : “Tidak ada larangan sih pak, cuman rasanya kurang elok dipandang karena warung kopi kan isinya laki-laki semua.” Jadi ada semacam bias jender. Padahal para wanitanya juga suka minum kopi. Saya kurang tahu apakah kalau kita coba membuka warung kopi khusus untuk wanita akan ada pengunjungnya atau tidak.
Ngopi dimana?
Walaupun begitu banyak warung kopi di Banda Aceh, tetapi rasanya belum afdol kalau belum nyoba di kopi Ulee Kareng di warung kopi “Jasa Ayah” yang terletak di Jl. T Iskandar no 13-14a, Kec Ulee Kareng, Banda Aceh. Jangan membayangkan sebuah restoran yang bersih dan serba mewah. Tempatnya sangat sederhana, malahan terkesan sedikit kumuh. Warung ini sangat popular dan selalu dipenuhi pengunjung dari pagi hingga malam hari. Warung kopi yang sudah ada sejak tahun 1958 ini tidak hanya popular di Aceh tetapi juga keseluruh Indonesia. Pasca tsunami, dengan banyaknya pekerja asing yang berdatangan ke Aceh, kepopuleran “Jasa Ayah” bahkan merambah sampai ke manca negara.
Warung kopi lain yang tidak kalah populernya adalah warung kopi SMEA, yang terletak di Jl . P Nyak Makam. Warung yang awalnya Kantin milik SMEA I ini sekarang telah menjadi warung publik dan dikelola secara professional. Saya sendiri lebih suka di SMEA, karena disamping kopinya tidak terlalu berat juga pilihan makanan kecilnya banyak dan lebih bervariasi. Favorit saya dadar gulung fladuren , pisang goreng gula merah, dan kue sarikaya.
GOLKAR maju dengan Capres sendiri Sampai beberapa saat yang lalu belum terlihat apakah GOLKAR akan maju dengan Capresnya sendiri atau tidak. Mungkin menunggu sampai Pemilu Legislatif. Kalau hasilnya bagus mungkin maju sendiri. Ketika JK menolak sistem "Konvensi nasional" untuk memilih Capres, saya langsung menangkap bahwa sang Ketua Umum akan maju sendiri. Sebab kalau melalui konvensi belum tentu JK yang kepilih. Masih banyak kader-kader Golkar lain yang juga potensial. Sayang, sebetulnya sistem konvensi ini memberi citra bahwa Golkar partai yang maju sekali. Partai-partai lain belum ada yg berani menggunakan sistem konvensi. Pernyataan Mubarok, salah satu ketua Partai Demokrat, yang menyatakan kalau Golkar hanya memperoleh 2,5 % suara di pemilu nanti maka Partai Demokrat akan mencari Cawapres yang lain nampaknya membuat berang seluruh jajaran Partai Golkar. Golkar sebagai partai yang besar tersinggung, hingga memutuskan akan maju dengan calonnya sendiri. Pengarahan Surya Paloh, Ketua Dewan Penasehat Parati Golkar, bahwa Golkar masih mempunyai calon internal yang potensial nampaknya juga membuat JK tersinggung, sehingga memutuskan untuk menerima penacalonannya sebagai Capres. Saya melihat move Golkar ini agak terburu-buru dan emosioanal.
Kans SBY terpilih lagi Sebagai incumbent SBY mempunyai banyak keuntungan. Apa yang dikatakan , apa yang dikerjakan sehari-hari bisa jadi bahan kampanye. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh calon-calon yang lain. Dari penurunan harga BBM, peresmian proyek-proyek sampai perayaan Cap Go Meh, bisa diatur untuk kepentingan politiknya. Jadi, kalau lawannya masih orang-orang lama, seperti : Megawati, Gus Dur, Wiranto, Sultan X, Akbar Tanjung, dan juga JK, pasti SBY yang kepilih lagi. Megawati adalah masa lalu. Megawati tidak pernah melakukan komunikasi politi dengan baik. Rakyat tidak pernah tahu apa maunya Mega sebagai presiden, karena dia tidak pernah "bicara". Munculnya Megawati sebagai pemimpin lebih banyak didorong oleh faktor kasihan, karena dia sering di-zalimi, baik pada saat jamannya Pak Harto maupun waktu pemerintahan Gus Dur. Sama seperti mencuatnya nama SBY dulu, setelah rakyat merasa dia telah di-zalimi Megawati. Itulah psikologi atau sinetorn politik. Bagaimana dengan Gus Dur? Salah satu kebodohan bangsa ini ialah telah memilih Gus Dur sebagai presiden. Kalau Gus Dur berbuat yang aneh-aneh itu bukan salah Gus Dur, tetapi salah yang memilih. Kita semua siudah tahu bahwa Gus Dur orangnya aneh dan penuh kontraversi.
Jadilah Wapres yang baik Jadi, menurut saya untuk Pilpres mendatang JK sebaiknya maju sebagai pendamping SBY atau wapres saja, Untuk 5 tahun mendatang tunjukakan bahwa JK memang Wapres yang baik, bisa bekerja sama dengan Presiden, tulus dan loyal. Karena selama ini kesan rakyat JK tidak dapat bekerjasama dengan SBY. Untuk 5 th kedepan JK mempunyai kesempatan untuk memperbaiki citranya dan membuktikan bahwa bisa menjadi Presiden yang baik.
Capres tahun 2014 Nah untuk Pemilu 2014 baru JK maju sebagai Capres. SBY sudah tidak mungkin mencalonkan lagi, JK mempunyai banyak kesempatan untuk kampanye dan merebut simpati rakyat. Daripada maju sebagai Capres, terus kalah, nanti malah jabatan wapres juga hilang. Tapi itu lebih banyak untuk kepentingan JK sebagai pribadi. Golkar sebagai partai besar tentu punya pendapat lain. Itu juga kalau tidak ada Calon-calon lain Golkar yang mau maju sebagai Capres. Akbar Tanjung saya kira ingin juga maju sebagai Capres.
This is a collection of articles ranging from personal experiences, anecdotes, short real stories,papers, essays on current situation re: management, banking and finance. as well as material for class instruction. Teaching materials cover subjects such as : organizational behaviour, leadership, business ethics. Some of the articles are written in English and Javanese. Given my long service with Bank BRI (almost 30 years), most of the articles deal with BRI issues.
Born in Solo, April 11th, 45. Attended SD-SMA in Solo, graduated from Economics Department of University of Diponegoro, Semarang in 1972 with a Drs degree in management. Earned MBA in finance from University of Oregon, Eugene USA in 1985. Joined Bank BRI in 1972, as management trainee in Tasikmalaya and retired as Managing Director in 2000, after serving for 28 years. From 2000-2005 assigned as President Director of BRI Pension Fund. Other activities : teaching master's program (S2) at various graduate schools, professional development program at LPPI (Indonesian Banking Development Insitutute) and at BRI's executive training courses. Currently serving as Commisioner at PT EXCO-Nusantara, an international money broker.