Kamis, 18 September 2008

Menonton film-film lama

Salah satu hobi saya adalah nonton film. Hobi ini sudah saya lakukan sejak kecil dulu sampai sekarang. Kalau dulu setiap kali nonton harus pergi ke gedung bioskop, sekarang cukup di rumah saja dengan menonton di TV. TV kabel menawarkan saluran yang khusus memutar film non-stop 24 jam. Sampai tahun 60-an, sebelum ada TV, hiburan yang ada hanya radio dan film. Memang ada pertunjukan wayang orang atau ketoprak, tapi daya tariknya masih kalah dibanding film. Program favorit radio adalah pilihan pendengar dan siaran radio tonil wayang orang atau ketoprak. RRI, satu-satunya stasiun radio pada waktu itu, memang menyiarkan juga lagu-lagu barat, tapi untuk mendengarkan lagu-lagu yang terbaru harus menyetel ke Radio Australia, BBC, atau Radio Hilversum Nederland. Tidak semua radio bisa menangkap siaran radio luar negri.

Lakon ketoprak yang pernah meledak adalah serial Djoko Sudiro yang disiarkan RRI Jogyakarta dan diperankan oleh pemain yang sangat legendaris, Tjokrodjio. Setiap Rabu malam jam 9.00 orang-orang tidak mau beranjak dari depan radio, sudah tidak sabar menunggu serial selanjutnya. RRI Surakarta tidak pernah menyiarkan ketoprak, tetapi siaran wayang orang. Pemain primadonanya Listiorini, yang memerankan Arjuna, salah satu putra Pendawa. Sebelum masuk kota Solo dari arah Semarang, terdapat restoran ayam goreng yang cukup terkenal, namanya Madukoro. (nama kerajaannya Arjuna) Nah retoran ini dikelola oleh bu Lis, panggilan akrabnya Listiorini.


Nontom bioskop jaman dulu

Gedung bioskop jaman dulu besar-besar, bisa memuat sampai seribu penonton. Bioskop Sriwedari, Solo, bahkan bisa menampung lebih seribu orang. Berbeda dengan Cineplex sekarang, dimana satu gedung terdiri dari beberapa ruangan kecil yang bisa memutar sampai lima film sekaligus. Dulu nonton bioskop pakai kelas: kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 paling depan atau disebut kelas kambing. Kelas satu sering dibangun di lantai 2, sejajar dengan proyektor, namanya loge. Sampai SMA saya kalau nonton selalu kelas kambing, yang paling murah.

Walaupun gedungnya besar-besar, tetapi kalau pas lagi film bagus sering tidak kebagian karcis. Untuk film yang diputar jam 5 kita harus mulai antri jam 3. Kita sering baru nonton setelah film diputar beberapa hari, cari yang lebih longgar antri karcisnya. Hanya saja sering keduluan sama teman-teman, jadi bikin tambah penasaran saja. Yang seangkatan dengan saya tentu masih ingat film-film western seperti : Last train from from Gun Hill (Kirk Douglas), Gun fight at OK Corral (Burt Lancaster), Shane (Alan Ladd), High noon (Gary Cooper), Giant (Rock Hudson dan James Dean), Rio Bravo (John Wayne, Dean Martin dan Ricky Nelson). Untuk film-film detektif : Vertigo (James Stewart), North by the northwest (Gary Grant), The man who knew too much (James Stewart). Untuk film-film musikal : April Love (Pat Boone), Love me tender, King Creole, Blue Hawai, GI Blues yang semuanya dibintangi Elvis Presley.

Pembatasan usia penonton juga ketat. Film dibagi menjadi 3 kategori: segala umur, 13 tahun dan 17 tahun keatas. Anak-anak yang masih dibawah umur jangan harap bisa nonton film 17 tahun keatas. Saking kepenginnya nonton film 17 tahun, begitu masuk SMA saya langsung membuat kartu pelajar dengan usia dituakan 2 tahun. Sekarang nampaknya sangat longgar, anak-anak SMP kelihatan bebas nonton film orang dewasa.


Film-film favorit

Ada beberapa film yang sangat saya sukai, sehingga sudah puluhan kali saya tonton tetap saja tidak pernah bosan. Salah satunya, The Ten Commandments (dibuat tahun 1956), atau Sepuluh Perintah Tuhan yang dibintangi Charlton Heston dan aktor gundul Yul Brynner. Film ini mengisahkan tentang kehidupan nabi Musa, sejak dari lahirnya, dipelihara raja Firaun, memperoleh kenabiannya di gunung Sinai sampai pembebasan umat Yahudi dari perbudakan Fir’aun. Film dengan basis kisah dari Injil ini ternyata banyak mengambil bahan-bahan dari Al Qur’an untuk melengkapi detil kehidupan nabi Musa. Sebagai film kolosal film ini melibatkan ribuan pemain figuran, karena pada waktu itu belum ada tehnologi animasi komputer. Adegan yang dianggap paling spektakuler adalah pada waktu Musa sampai dipinggir laut dan harus membelah laut untuk bisa terus menyeberang, menghindari kejaran tentara Fir’aun.

Film favorit yang lain adalah Ben Hur (1959) yang dibintangi Charlton Heston dan Stephen Boyd. Film yang juga berbasis kisah Injil ini, bercerita tentang seorang pangeran Yahudi, Yudah Ben-Hur dari Yudea, (dimainkan oleh Charlton Heston) yang dihianati oleh teman mainnya sejak kecil, Messala (dimainkan oleh Stephen Boyd), yang belakangan menjadi penguasa Romawi dan diangkat sebagi Gubernur Yudea.. Karena kesalahan kecil, Ben Hur dihukum, dijadikan budak dan dibuang oleh Messala. Ben Hur akhirnya bisa membebaskan diri dan kembali ke negrinya untuk membalas dendam. Adegan yang menarik adalah balap kereta kuda (chariot) yang diikuti oleh Ben Hur dan Messala.

Namun diantara film-film yang saya gemari, yang saya tidak pernah bosan adalah Godfather part 2(1974), yang dibintangi Al Pacino dan Robert de Niro. Film ini,yang dibuast atas dasar novel Mario Puso, mengisahkan tentang kehidupan mafia Italia di Amerika. Khusus di bagian ke 2 ini ada flashback dari Vito Corleone kecil, remaja , sampai menjadi Don atau Godfather. Setting, property, kostum sampai make-up dibuat dengan sangat detil. Kita seolah-olah benar-benar dibawa ke alam Sisilia atau suasana kota New York awal abad ke 20.


Film dan visualisasi sejarah

Saya selalu kagum dengan mereka yang terlibat dalam pembuatan film. Bukan hanya artisnya, utamanya pada mereka yang terlibat dalam desain produksi, penulis naskah, property, perancang kostum, pembuat efek khusus dls. Mereka dapat menghadirkan suasana ribuan tahun yang lalu dihadapan kita. Mereka membantu kita mem-visualisaikan peristiwa-peristiwa sejarah dengan sangat nyata. Tokoh-tokoh perfilman, seperti George Lucas atau Steven Spielberg, seharusnya mendapat hadiah Nobel untuk karya-karya filmnya. Dari kisah di kitab suci kita hanya membaca bahwa Nabi Musa mendapat wahyu pertama di gunung Sinai. Dari film kita bisa membayangkan bagaimana kira-kira peristiwa turunnya wahyu tersebut terjadi. Di agama Islam orang yang mengumandangkan adzan disebut muadzin atau bilal. Dari film The Message, kisah tenatng Nabi Muhammad, kita bisa melihat ternyata bilal (nama aslinya Bilal ibn Rabah atau Bilal al-Habeshi) adalah nama budak kulit hitam asal Etiopia sebagai orang yang pertama diangkat sebagai muadzin resmi oleh Nabi Muhammad saw. Setiap kali waktu sholat tiba dia harus berlari-lari mencari tempat yang tinggi untuk melantunkan adzannya. Dari film How the west was won kita bisa membayangkan betapa beratnya dan kejamnya perjuangan para penetap (settlers) yang akan mencari daerah baru di Amerka barat. Kita juga dapat lebih memahami mengapa Napolean, yang tentaranya dan perlengkapannya lebih kuat, sampai kalah dari Rusia setelah melihat film War and Peace(Leo Tolstoy, 1956).

Sayang tidak banyak dibuat film Indonesia yang berlatar belakang sejarah, sehingga kita tidak bisa mengagumi kebesaran nenek moyang kita dimasa lalu. Kebesaran kerajaan Majapahit yang mampu mengarungi samudra samapai ke Madagaskar pasti sangat menarik untuk difilmkan. Bagaimana dinasti Syailendra membangun candi Borobudur di abad ke 8 juga susah dibayangkan. Raja Melayu Samudra Pasai yang armada lautnya menguasai selat Malaka hanya dapat kita baca di buku-buku sejarah saja.


Dimana melihat film-film lama?

Waktu saya sekolah di Amerika, disana terdapat stasiun TV yang khusus memutar film-film lama. Saya sempat menonton film-film cowboy dengan bintang-bintang seperti Roy Rogers, Ronald Reagan, John Wayne ketika masih muda. Di Indonesia sekarang semakin jarang melihat TV yang memutar film-film lama. Kalau adapun kondisi film sudah mulai rusak, sehingga kurang bisa dinikmati. Banyak film-film tahun 50-60an yang bagus-bagus. Generasi saya tentu masih ingat film-film seperti : 8 Penjuru angin dan Pejuang (Bambang Hermanto), Krisis, Lewat jam malam, 3 dara (Indriati Iskak, MiekeWijaya, Chitra Dewi), Pulang (Turino Junaedi), Hari libur (Bing Slamet). Saya kawatir anak-anak dan cucu-cucu kita tidak pernah tahu bahwa bangsa ini pernah memproduksi film-film besar dan bagus. Sayang.

Minggu, 14 September 2008

Mengurangi resiko kecelakaan di lintasan KA

Kecelakaan di lintasan kereta api (KA) sudah sering sekali terjadi. Sampai saat ini barangkali sudah ratusan jiwa melayang akibat tabrakan di lintasan KA. Umumnya yang terjadi adalah kendaraan yang melewati lintasan tanpa palang pintu, dirabrak kereta yang sedang lewat. Dapat juga terjadi petugas lintasan lalai tidak menutup palang pintu ketika KA akan lewat. Namun tidak sedikit pengendara masih nekad menrobos ketika lampu peringatan sudah menyala atau bahkan ketika palang pintu sudah ditutup. Untuk kasus pertama dan kedua, umumnya fihak PT Kereta Api Indonesia yang disalahkan, karena menyediakan palang pintu dan menutup pada waktunya adalah kewajiban PT KAI. Beberapa petugas lintasan pernah diadili karena dianggap lalai menjalankan tugasnya hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang. Namun, secara lembaga PT KAI belum pernah dituntut secara class action untuk membayar kompensasi kepada korban. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah, namun untuk mendidik masyrakat bagaimana seharusnya menyikapi lintasan KA agar terhindar dari kecelakaan.

Kondisi lintasan KA di Indonesia
Angkutan KA masih merupakan moda transportasi umum antar kota untuk sebagian besar masyarakat kita. Untuk kereta ekonomi masih relatif murah dan terjangkau bagi masyarakat bawah. Jangan tanya kondisi kereta, kenyaman dan keamanannya. (Orang Madura bilang : "Murah kok minta aman.") Untuk kereta bisnis dan eksekutif cukup nyaman, santai dan tidak terlalu membuat orang buru-buru. Sebagian besar kota-kota di Indonesia, khususnya di Jawa, dihubungkan dengan jalur KA. Bahkan di jaman Belanda dulu, ketika kendaraan roda empat belum banyak tersedia, hampir seluruh kota dihubungkan oleh jaringan KA. Sesudah mobil-mobil masuk ke Indonesia, jalur-jalur KA banyak yang ditutup. Bandingkan dengan Jepang, negara yang sangat maju sistem transportasinya, dimana jaringan KA justru dipetahankan sampai ke pelosok-pelosok desa.
Tidak bisa dihindarkan jalur-jalur KA tersebut akan sering bertemu dengan lintasan jalan untuk kendaraan umum. Konsekuensinya, diperlukan palang pintu lintasan dan petugas penjaganya. Bisa dibayangkan berapa ribu lintasan yang harus dibangun dan berapa ribu petugas lintasan KA yang harus direkrut. Beberapa palang pintu secara otomatis menutup sendiri karena sudah dilengkapi sensor elektronik untuk memperingatkan adanya KA yang akan lewat, sehingga tidak memerlukan petugas penjaga lagi. Namun jumlahnya masih sedikit sekali. Didalam kenyataannya cukup banyak lintasan KA yang tidak dilengkapi palang pintu. Kita ambil contoh untuk jallur antara Brebes sampai Batang, dari 167 perlintasan KA yang ada terdapat 34 lintasan yang tidak dilengkapi dengan palang pintu.
PT KAI angkat tangan soal keberadaan 2.500 lintasan kereta api liar dan 2.000 lintasan resmi tak berjaga di wilayah Jawa. Dipastikan selama Ramadan dan Lebaran, lintasan liar dan resmi tak berjaga itu tidak akan mendapat jatah tenaga jaga. Alasannya, KAI hanya fokus mengawasi 2.300 lintasan resmi dari total lintasan KA sebanyak 6.800.
Kita baru membicarakan palang pintu lintasan, belum lagi petugas penjaga lintasan. Idealnya, untuk satu lintasan KA, dibutuhkan empat penjaga. Dengan begitu, butuh delapan ribu penjaga baru untuk menjaga dua ribu lintasan resmi yang belum terjaga. Kondisi tersebut sangat sulit. Sebab, delapan ribu tenaga tidaklah sedikit. Sementara kemampuan PT KAI baru menyentuh 2.300-an. Ini saja membutuhkan tenaga tak sedikit. Banyak dari penjaga lintasan ini yang belum diangkat sebagai pegawai tetap, harus bekerja sampai 12 jam per hari dengan honor sekitar Rp900 ribuan.
Jadi kesimpulan pertama, sebagai pengguna jalan keamanan kita setiap kali melintas pintu KA tidak dapat menegandalkan kepada adanya palang pintu maupun petugas penjaganya. Sebagai pengendara harus meningkatkan kewaspadaan, kehati-hatian dan merubah pola pikir (midset) dalam menyikapi palang pintu KA.

Bagaimana di Amerika?
Di Amerika, untuk didalam kota jalur KA hampir tidak pernah muncul dipermukaan, karena harus masuk dibawah tanah. Begitu keluar kota, sama dengan di Indonesia, jalur KA harus bertemu dan sering bersilangan dengan jalur kendaraan umum. Perbedaannya, tidak ada satupun lintasan KA yang dilengkapi dengan palang pintu maupun dijaga oleh petugas. Bayangkan harus merekrut berapa puluh ribu orang untuk menjaga lintasan KA diseluruh Amerika. Belum lagi berapa uang yang harus dikeluarkan untuk menggaji penjaga lintasan ini. Untuk gambaran, upah minimum per jam antara $5 sampai $8.
Perbedaaannya lagi dengan Indonesia, disana hampir tidak pernah terjadi kecelakaan di lintasan pintu KA. Di Amerika. lintasan KA dengan segala peringatannya adalah bagian dari rambu-rambu lalulintas. Sebagai rambu bermakna suatu perintah atau larangan bagi pengguna jalan. Dalam teori berkendara di Amerika, rambu lintasan KA artinya pengendara harus berhenti sesaat ( 1 sampai 2 detik) ketika sampai di lintasan KA, melihat kekiri dan kanan, sebelum melanjutkan perjalanan. Perintah untuk "berhenti sesaat" ini tetap berlaku tanpa melihat apakah jalur sedang menunggu KA yang akan lewat, atau sedang kosong sama sekali. Jadi kalau lintasan sedang kosong tetapi kita terus melaju saja tanpa berhenti, maka dianggap melakukan pelanggaran lalulintas.

Perubahan pola pikir: pintu lintasan adalah rambu lalulintas
Pola pikir bahwa pintu lintasan akan aman karena dilengkapi dengan palang pintu dan ditunggu penjaga harus mulai dirubah. Kita harus realistis cukup banyak lintasan KA yang tidak dilengkapi dengan palang pintu. Yang dilengkapipun banyak yang tidak berfungsi dengan baik. Perubahan pola pikir harus datang dari pengendara dulu. Setiap kali kita bertemu dengan lintasan KA, baik yang ada palang pintunya maupun tidak, kita harus sudah berniat untuk "berhenti sejenak", tengok kiri tengok kanan, sudah aman baru maju lagi. Resikonya kita dikklaksonan oleh pengendara-pengendara dari belakang. Tapi tetap lebih baik daripada ditabrak KA. Di sebagian lintasan KA sudah banyak kita jumpai rambu-rambu yang mengingatkan pengendara untuk mengikuti aturan "berhenti sejenak". Namun ini perlu ditegakkan (enforce) dengan memasukkan kedalam peraturan lalulintas beserta sangsi bagi yang melanggarnya. Yang berwenang juga bisa membantu membuat polisi-polisi tidur kecil (jalur-jalu kecil seperti di jalan tol setiap melewati daerah rawan kecelakaan) yang tidak terlalu tinggi, untuk mengingatkan penngendara setiap mendekati lintasan KA. Tentu akan ada yang berkomentar sinis, yah orang Indonesia mana mau diatur disuruh disiplin. Biarlah mereka yang tidak disiplin. Kalau mereka tetap tidak mengikuti aturan dan ketabrak KA, saya akan katakan "You asked for it". Bagi anda-anda yang sebentar lagi akan mudik memggunakan jalan raya, agar selamat sampai ke tujuan harap ikuti aturan "berhenti sejenak" setiap kali ketemu lintasan KA, tanpa melihat apakah dilengkapi dengan palang pintu atau tidak. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H.

Selasa, 09 September 2008

Puasa yang khusuk

quran bismillah


Perintah untuk menjalankan puasa terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 183 :
"Yaa ayyuhaladziina aamanuu kutiba alaikumus siyaamu kamaa kutiba 'alalladziina min qablikum la allakum tataquun"

“ Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa."

Dalam bulan Ramadhan ini sebagian besar rakyat Indonesia menjalankan ibadah puasa. Ada bermacam-macam motivasi orang beribadah. Umumnya kita berpuasa karena kita menyadari bahwa itu sebagai suatu kewajiban, seperti kewajiban sholat, zakat, atau haji. Tetapi ada juga orang yang melaksanakannya karena terpaksa. Kita ambil contoh sholat. Ada orang yang sholat karena terpaksa. Mengaku sebagai orang Musllim malu kalau tidak sholat. Jadi dia hanya sholat pada hari Jum'at saja atau kalau pas Lebaran, sholat Ied. Pada hari-hari lain dia tidak sholat, toh tidak ada yang tahu. Atau, ada yang sholat kalau lagi dirumah mertua karena takut sama mertua. Atau, anak-anak yang dipaksa sholat. Ada juga yang naik Haji karena malu, teman-teman sekantor, saudara-saudara sudah naik Haji semua. Ibadah yang dilakukan karena terpaksa pasti dirasakan berat sedkali, merupakan beban dan dijamin tidak khusuk.
Ada sebagian orang lain yang beribadah karena memang menyadari itu sebagai kewajiban, sebagaimana yang disyaratkan dalam rukun Islam. Karena sudah menyadari sebagai kewajiban maka rasanya enteng-enteng saja dalam melaksanakannya. Kalau lupa atau tidak sempat sholat ada rasa berdosa.
Namun sebetulnya yang lebih baik seharusnya kita menjalankan ibadah karena sudah merupakan suatu kebutuhan rohani. Bagi kelompok ini, melaksanakan sholat dirasakan sebagai sesuatu kegiatan yang dapat memberikan kenikmatan, kedamaian dan ketentraman jiwa. Ada sesuatu yang terasa kurang kalau waktu sholat tiba tapi kita tertunda-tunda melakukannya. Seperti orang yang biasa minum kopi tiap pagi, tapi sampai siang belum minum juga. Untuk orang-orang semacam ini, kalau sampai ketiduran padahal belum sempat sholat I'sa maka pada tengah malam serasa ada yang membangunkan untuk sholat I'sa. Ada yang pulang naik Haji kapok, tidak mau kesana lagi. Ini karena hajinya dijalankan dengan rasa terpaksa, jadi terasa berat. Sebaliknya ada yang setiap musim Haji selalu ingin lagi berangkat ke tanah suci, walaupun sudah naik haji berkali-kali

Puasa karena terpaksa
Begitu pula dalam ibadah puasa. Banyak yang berpuasa karena terpaksa. Sama seperti sholat, mengaku KTP-nya Islam kok nggak puasa, malu dong. Apalagi orang-orang dirumah, dikomplek, dan dikantor puasa semua. Bagaimana ciri-cirinya orang yang berpuasa karena terpaksa? Memang kita tidak boleh su'udon, hanya Allah Swt. yang mengetahui niat seseorang didalam menjalankan ibadah. Namun dari cara seseorang menyikapi datangnya bulan Ramadhan dapat sedikit terdekteksi. Orang-orang type ini sangat sedih kalau Ramadhan tiba, dan senang sekali kalau Lebaran sudah semakin dekat. Sehari menjelang puasa bisasanya akan pesta, makan-makan sepuasnya, seolah-olah esok hari the end of the world dimana tidak akan ada makanan sama sekali. Jam-jam menunggu datangnya bedug Maghrib diisi dengan membayangkan apa yang akan dimakan nanti. Bahkan sejak jam 2 siang sudah mulai mengumpulkan makanan yang akan digunakan untuk berbuka. Begitu terdengar adzan Maghrib langsung menyerbu meja makan, semuanya dilahap habis, balas dendam karena merasa telah kelaparan seharian.
Di Indonesia nampaknya yang banyak kelompok ini. Ini terbukti dalam bulan Ramadhan pengeluaran untuk bahan makanan meningkat drastis. Harga-harga kebutuhan pokok dan makanan melambung tinggi, angka inflasi naik. Secara teori seharusnya konsumsi makanan berkurang karena kita seharian mengurangi makan. Yang terjadi justru sebailknya, konsumsi makanan meningkat baik dari segi kuantitas maupun jenisnya. Makanan-makanan yang dibulan-bulan lain sulit dijumpai, dibulan puasa ini ada semua.
Ungkapan "Marhaban ya Ramadhan" hanya berlaku untuk orang-orang yang merindukan datangnya bulan Ramadhan. Orang-orang beriman yang menunggu-nunggu datangnya bulan suci ini, dan menangis ketika akan ditinggalkan Ramadhan.

Agar lebih khusuk puasanya

Beberapa tahun terakhir ini saya hampir tidak pernah memenuhi undangan berbuka puasa. Saya takut tidak bisa khusuk lagi dalam menjalankan ibadah puasa. Undangan berbuka puasa, khususnya kalau kantor yang menyelenggarakan, selalu dipenuhi berbagai macam makanan yang lezat-lezat. Ketika menunggu buka saya tidak bisa mencegah pikiran saya untuk tidak memikirkan makanan yang lezat-lezat tersebut. Bahkan sejak berangkat dari rumahpun yang kebayang hanya makanan saja.
Dirumah saya juga tidak pernah minta dimasakkan menu khusus untuk buka. Tidak ada perubahan menu, atau tambahan snack selama bulan Ramadhan. Apapun yang dimasakkan istri saya, saya makan dengan senang dan ikhlas. Apakah rasanya terlalu asin, kemanisan, atau terlalu asem, tidak pernah saya menegornya. Khiusus dibulan suci ini saya tidak ingin ibadah saya terganggu hanya karena soal makanan. Walaupun perut tersa lapar, tenggorokan terasa haus, saya berusaha untuk tidak memikirkan makanan sama sekali. Saya merasa dengan cara ini saya dapat lebih khusuk dalam menjalankan ibadah puasa.

Selasa, 26 Agustus 2008

Perkawinan yang kekal

Perkawinan merupakan ikatan antara dua individu, laki dan perempuan, untuk hidup bersama dibawah satu atap dalam waktu yang lama. Perikatan ini diharapkan dapat berlangsung langgeng dan kekal, bahkan sampai akhir hayat. Di perkawinan Jawa, harapannya selalu agar tiap pasangan sampai kaken-kaken lan ninen-ninen (kakek-kekek dan nenek-nenek) kaya mimi lan mintuna. Mimi dan mintuna adalah binatang laut yang kemana-mana selalu kelihatan berdua dengan pasangannya. Dari segi psikologi, harapan untuk bisa hidup bersama secara harmonis dalam waktu yang panjang nampaknya sulit dilakukan, karena kedua individu ini datang dari latar belakang yang berbeda. Perbedaan yang ada antara masing-masing individu bisa sangat ekstrem dan luas. Mulai dari perbedaan latar belakang keluarga, sosial, suku, agama, antar bangsa dls. Keluarga pendidik bertemu dengan keluarga pedagang, anak ulama kawin dengan anak polisi, atau anak pejabat ketemu dengan artis sinetron, anggota DPR kawin dengan penyanyi.
Walaupun mereka mungkin masih berasal dari satu bangsa, tapi masing-masing membawa nilai-nilai, tatanan, adat-istiadat dan kebiasaan keluarga yang berbeda. Orang Sunda ketemu orang Jawa, orang Solo yang serba halus dipersunting orang Batak, orang Bali kawin dengan orang Padang. Belum lagi perkawinan dari pasangan yang berbeda agama, atau beda bangsa.
Jadi dari kacamata psikologi, yang lebih wajar sebetulnya ikatan perkawinan ini akan putus ditengah jalan, karena adanya berbagai perbedaan diatas. Satistisk perceraian di Amerika menunjukkan bahwa pasangan yang usia perkawinannya bisa mencapai tahun ke 5, 10, dan 15 masing-masing adalah: 82%, 65% dan 52%. Artinya, satu dari setiap lima perkawinan berakhir dengan perceraian sebelum melewati tahun ke lima. Kemudian satu dari setiap tiga perkawinan bisa mencapai tahun ke 10, dan hanya satu dari dua perkawinan yang dapat sampai berusia 15 tahun. Di Indonesia belum ada angka-angkanya, namun nampaknya tren-nya semakin meningkat, khususnya dikalangan artis atau pasangan yang bekerja (working couples).
Menurut Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Nazarudin Umar, Indonesia berada diperingkat tertinggi yang memiliki angka perceraian paling banyak dalam setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam didunia lainnya. Tulisan singkat ini berusaha membahas: Apa yang dapat membuat suatu perkawina berlangsung lama, langgeng dan tetap harmonis?

Pertunangan: perlu atau tidak?
Ada silang pendapat mengenai perlu atau tidaknya pertunangan. “Tunangan itu perlu. Buat penjajakan sebelum nikah. Kalo nggak cocok ya putus saja. Lebih mudah putus tunangan daripada cerai setelah menikah,” kata seorang wanita. “Nggak usah pakai tunangan. Biar kata udah nikah, ada anak segala, kalo emang udah nggak bisa diselamatkan ya divorce,” kata wanita lainnya lagi. “Mau pakai engagement atau langsung married, masalahnya ada nggak niat untuk me-manage hubungan? Masa sih nikah buat bercerai? Lantas buat apa kita pacaran serius?” wanita lainnya menimpali.
Sebelum memasuki gerbang perkawinan, umumnya prosesnya adalah perkenalan, saling tertarik, pacaran dan dilanjutkan ke pertunangan. Masa pertunangan sebetulnya dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada kedua belah fihak untuk saling mengenal pribadi masing-masing dan menyesuaikan atau memperkecil (fine-tuning) perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka. Bahkan di negara-negara Barat yang nilai-nilai moralnya sangat longgar, pada masa pertunangan kedua pasangan sudah hidup bersama satu rumah, sebagaimana layaknya suami istri. Kalau demikian tujuan petunangan, maka logikanya semakin lama masa pertunangan tentunya akan semakin berhasil suatu perkawinan. Gejolak dan kejutan-kejutan yang muncul sebagai akibat perbedaan nilai, kebiasaan, kepribadian, diharapkan sudah tidak ada lagi. Nampaknya tidak selalu demikian.
Dalam masa pertunangan, walaupun kedua belah fihak telah berusaha untuk saling terbuka, namun tetap ada sisi-sisi pribadinya yang tidak seluruhnya terungkap kepada pasangannya. Menurut teori Joharry window, tidak semua jendela pribadi kita dapat dilihat oleh pasangan kita. Masing-masing berusaha menyenangkan pasangannya dengan menutupi kekurangannya. Kalau ceweknya penggemar berat lagu dangdut, padahal cowoknya tidak suka, maka si cowok masih berpura-pura menyenangi lagu dangdut. Kalau cowoknya suka makan pete, padahal ceweknya paling nggak tahan bau pete, maka si cewek masih berpura-pura bilang "ah nggak apa-apa". Dalam masa pertunangan semua yang dilakukan pasangannya tampak indah. Lagu yang selalu dinyanyikan adalah "disini senang disana senang".
Jadi walaupun pertunangan memang diperlukan untuk saling menyesuaikan diri, namun lamanya masa pertungan tidak menjamin langgengnya suatu perkawinan. Setelah memasuki dunia perkawinan perbedaan-perbedaan yang selama ini tidak kelihatan, muncul semua. Kepribadian aslinya keluar semua. Lagunya akan berubah menjadi : "Buah semangka berdaun sirih, aku begini engkau begitu."

Apa peran cinta?
Untuk generasi kita, umumnya perkawinan dilandasi oleh cinta. Ada juga beberapa kasus dimana perkawnan tidak didasari cinta, misalnya karena dijodohkan, atau terpaksa karena sudah terlanjur tua daripada tidak kawin. Pertanyaannya: Perlukah cinta dalam menjalin hubungan suami istri dan membina rumah tangga ? Jawaban yang diterima biasanya adalah “perlu, bahkan mutlak!”. Tetapi sebagian antropolog berpendapat “penelitian terhadap sekian banyak masyarakat primitive membuktikan masyarakat tersebut tidak mengenal apa yang kita namakan cinta”. Tidak usah jauh-jauh, orang-orang tua kita dari generasi sebelum tahun 50-an banyak yang perkawinannya dijodohkan, jadi tanpa melalui proses cinta. Perkawinan ini langgeng, jarang sekali ada perceraian terjadi di perkawinan-perkawinan lama. Barangkali falsafahnya : lebih baik mencintai orang yang dinikahi daripada menikahi orang yang kita cintai."
Dikelompok etnis tertentu, seperti warga keturunan Arab, perkawinan diusahakan terjadi didalam kelompoknya. Laki-laki Arab masih bisa kawin dengan perempuan non-Arab, tetapi untuk perempuannya harus kawin dengan sesama Arab. Jadi, disini tidak ada kebebasan untuk memilih jodohnya atas dasar cinta.
Apakah perkawinan yang dilandasai cinta lebih awet dibanding dengan perkawinan tanpa cinta? Belum ada penelitiannya. Mungkin ya, tetapi sekali lagi, cinta saja tidak menjamin langgengnya suatu perkawinan. Dari pasangan-pasangan yang berakhir dengan perceraian, sering terdengar ungkapan: "sebetulnya saya masih cinta, tapi nampaknya perbedaan diantara kita sudah tidak dapat dikompromikan lagi". Jadi, cinta yang begitu kuat dan mendalam tidak bisa menghilangkan adanya perbedaan.

Daya tarik fisik.
Tidak bisa dipungkiri bahwa cinta diawali dengan ketertarikan fisik. Semua orang senang melihat dan memiliki sesautu yang indah dan cantik. Setiap orang ingin mempunyai istri/suami yang cantik/cakap, walaupun kecantikan itu relatif untuk masing-masing orang. Pepatah mengatakan "beauty is in the eyes of the beholder", atau kecantikan itu tergantung dari siapa yang melihatnya. Salah satu kebutuhan dasar wanita adalah ingin tampil cantik. Wanita, dalam situasi apapun, ingin selalu tampak cantik dan menarik. Segala macam cara tersedia untuk membuat wanita tampil cantik. Mulai dari bedah plastik, vermaak hidung, sedot lemak, pasang susuk semuanya ada, asal kuat bayarnya. Di Amerika pernah ada suatu penelitian, pada masa resesi ekonomi salah satu industri yang tidak terpengaruh adalah industri kosmestik. Artinya, walaupun dalam keadaan ekonomi sulit wanita berusaha untuk tetap tampil menarik.
Wanita juga ingin kelihatan cantik dimata suaminya. Tentu harapannya agar suami tetap sayang, betah dirumah dan tidak melirik wanita lain. Memang ada benarnya. Suami mana yang betah dirumah kalau setiap hari lihat istrinya awut-awutan, nggak menjaga badannya, nggak pernah dandan. Tetapi kecantikan saja tidak menjamin sang suami tetap setia dengan satu istri. Banyak suami-suami yang istrinya cantik-cantik tetap saja selingkuh. Ada ibu-ibu yang tiap tahun operasi plastik suapaya tetap cantik, masih saja ditinggal suaminya pacaran. Tamara Brezenky, Sofia Lajuba, Dewi Sandara, Halimah, kurang apa cantiknya. Toh perkawinannya juga kandas ditengah jalan. Mungkin diperlukan lebih dari sekedar kecantikan fisik untuk mempertahankan langgengnya perkawinan. Istilahnya sekarang "inner beauty" atau kecantikan yang memancar dari dalam.

Bagaimana dengan anak-anak?
Kehadiran anak sangat diantikan oleh semua pasangan. Saya kira ini sangat universal dan manusiawi, walaupun di negara-negara Barat ada juga aliran yang mau kawin tapi tidak mau punya anak. Suami istri mulai gelisah dan cemas, (termasuk kedua orang tua) setelah perkawinan berlangsung empat atau lima tahun tetapi belum juga dikarunia anak. Banyak pasangan yang harus bercerai dengan alasan tidak punya anak. Suami kawin lagi karena ingin punya keturunan. Biasanya yang selalu disalahkan fihak wanita, yang dianggap tidak bisa memberi keturunan. Sebetulnya kalau yang diinginkan adanya kehadiran anak-anak, masih ada jalan keluarnya. Misalnya dengan mengambil anak angkat.
Lantas, kalau sudah punya anak banyak tentunya tidak akan bercerai, kalau anak merupakan salah satu tujuan perkawinan. Banyak perceraian tetap saja terjadi walaupun sudah dikaruniai anak banyak. Memang faktor adanya anak menjadi salah satu pertimbangan yang paling berat sebelum memutuskan untuk bercerai. Tetapi adanya anak-anak tidak menjamin bahwa perceraian tidak akan terjadi. Adanya anak tidak menghilangkan perbedaan yang ada diantara suami istri.

Sumber konflik
Adanya perbedaan-perbedaan diatas apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber konflik dan dapat memicu perselisihan antar suami istri. Ketidaksepahaman dapat terjadi untuk masalah-masalah :
  1. Masalah keuangan, termasuk cara memperoleh dan membelanjakan penghasilan keluarga.
  2. Lingkungan pergaulan dan pertemanan suami atau istri. Suami yang dididik dengan aturan moral dan agama yang ketat, tidak bisa menerima pergaulan istri yang terlalu bebas diluar.
  3. Pendidikan anak-anak, misalnya dalam pemilihan sekolah ataupun cara medisiplinkan anak-anak.
  4. Persoalan hubungan dengan keluarga besar istri atau suami, seperti mertua yang terlalu ikut campur, saudara-saudara atau ipar yang terlalu sering minta bantuan dls.
  5. Persoalan pemilihan kegiatan rekreatif, minat terhadap kegiatan diluar rumah antar suami dan istri.
  6. Persoalan pembagian tigas domestik dan non-domestik antar pasangan.
  7. Aktivitas tertentu atau hobi dari salah satu pasangan yang tidak disukai oleh suami/istri. (minuman keras, judi, narkoba)
Sumber-sumber konflik diatas kalau tidak dapat dikelola dengan baik akan menjadi awal dari pecahnya suatu perkawinan.

Mengelola perbedaan
Jadi, dapat disimpulkan masa pertunangan, rasa cinta yang mendalam, daya tarik fidik, dan kehadiran anak-anak tidak akan menghilangkan adanya perbedaan antar pasangan. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk dikelola dengan seksama. Perbedaan itu indah karena membentuk berbagai corak dan warna dalam suatu sinergi yang serasi. Cara mengelola perbedaan ialah dengan mencoba menghargai dan memahami cara berfikit fihak lain. Kita harus sadar bahwa istri atau suami adalah orang lain, dan akan tetap menjadi orang lain sampai kapanpun. Dalam berkomunikasi kita harus selalu mencoba menempatkan diri kita sebagai istri/suami kita untuk memahami mengapa dia berpendapat demikian atau mengambil tindakan tersebut. (put on someone else's shoes) Komunikasi harus dilandasi kesetaraan, kejujuran, saling percaya dan menganggap istri/suami kita sebagai bagian dari team work. Dengan berjalannya perkawinan, diantara kedua belah fihak akan timbul rasa saling toleransi dan menghargai. Kunci dari kekalnya perkawinan adalah saling toleransi, saling menghargai dan memahami satu sama lain.

Rabu, 23 Juli 2008

Cita-cita

Sejak kecil anak-anak sudah sering ditanya :”Nanti kalau sudah besar mau jadi apa.”. Sebenarnya yang ingin ditanyakan apa cita-citanya nanti. Cita-cita seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan terdekatnya, seperti apa yang dikerjakan orang tua, ayah atau ibunya, sangat mempengaruhi pilihan cita-cita mereka. Yang ayahnya dokter akan cenderung memilih dokter sebagai cita-cita, begitu pula yang ayahnya polisi nanti kalau sudah besar ingin jadi polisi. Lingkungan terdekat kedua adalah sekolahan. Setelah anak mulai masuk sekolah, hampir sepertiga waktunya dihabiskan di sekolah. Tambahan pengetahuan dari guru tentang berbagi-bagai jenis profesi akan membentuk idealisme cita-cita anak-anak.

Ayah saya dulu seorang tentara, tetapi bukan bagian perang. Waktu revolusi memimpin pabrik karet yang disulap menjadi bengkel persenjataan di daerah Batujamus, Karangpandan, Surakarta, dengan tugas memperbaiki senjata dan menyiapkan amunisi untuk para pejuang. Sesudah penyerahan kedaulatan ditugaskan untuk menjadi komandan Dinas Tehnik Tentara (DTT), atau kalau sekarang namanya Peralatan Angkatan Darat (PALAD), di Solo. Sejak kecil saya dan kakak-kakak saya nampaknya tidak begitu tertarik untuk menjadi tentara. Mungkin karena tidak pernah mendengar cerita-cerita pengalaman heroik dari ayah saya. Sedang cerita-cerita masalah tehnik pabrik senjata agak sulit untuk dicerna anak-anak. Jadi kalau ditanya, saya dan kakak-kakak, tidak pernah bilang ingin jadi tentara.


Ayah saya tukang radio

Ayah saya adalah seorang tehnisi komplit, hasil pendidikan jaman Belanda dulu. Mulai dari mekanik (mobil, alat-alat listrik dan mesin-mesin besar), elektronik (radio dan alat-alat komunikasi) sampai ke presisi seperti jam dan alat-alat ukur lainnya, bisa semua.. Berkat keahliannya ini, dijaman Belanda ayah bekerja sebagai tehnisi di pelabuhan dengan gaji disamakan dengan gaji seorang tehnisi Belanda. Ayah saya sering bernostalgia betapa enaknya hidup di jaman kolonial dulu. Namun yang menjadi spesialisasinya adalah elektronik, atau pada waktu itu utamanya radio.

Sehabis pulang kantor, jam 2 siang, ayah bisa berjam-jam menghabiskan waktunya utntuk mengotak-atik radio. Biasanya ayah membeli radio bekas atau amplifier yang rusak, kemudian diperbaiki, lantas kalau ada yang berminat dijual. Bisa untuk menambah penghasilan memang, namun sebenarnya lebih banyak untuk menyalurkan hobinya dibidang elektronik. Karena selalu laku dijual maka di rumah hampir tidak pernah punya radio yang bagus untuk dipajang. Ibu selalu mengeluh, tukang radio kok nggak pernah punya radio.

Di rumah sosok ayah lebih nampak sebagai tukang radio daripada seorang tentara. Sejak awal ayah juga tidak pernah berusaha memperkenalkan dunia elektroniknya kepada anak-anak. Walaupun kalau lagi memperbaiki radio saya sering disuruh-suruh untuk mencari alat-alat ini dan itu, tetap saja dunia keradioan tidak menarik bagi saya. Bukan berarti saya tidak menikmati hasil kerja ayah saya. Berkat radionya yang canggih saya bisa menangkap siaran Radio Hilversum Nederland atau Radio ABC, Australia, mengungguli teman-teman di sekolah.


Guru tokoh idola

Setelah mulai sekolah saya betul-betul kagum dengan profesi guru. Bagi saya guru adalah sosok yang hebat sekali. Bukan saja sebagai pendidik, tetapi juga sebagai teman, bapak dan tempat dimana segala macam pertanyaan bisa diajukan. Salah satu guru saya yang sangat berkesan dalah Bu Narti, guru klas empat. Beliau sering mengisi jam-jam pelajaran terakhir dengan bercerita. Cerita tentang apa saja, pengalaman-pengalamannya, cerita dari buku-buku atau film yang pernah dibaca atau ditontonnya. Namun yang paling berkesan adalah Pak Harno, guru klas enam. Masih muda, mungkin kira-kia usia 20-an, ganteng dan selalu kelihatan necis dengan bajunya yang bagus-bagus. Karena penampilannya, pak Harno bukan hanya menarik sebagai seorang guru, tetapi juga menarik sebagi seorang laki-laki. Saya bisa merasakan anak-anak perempuan di kelas nampaknya pada jatuh hati pada pak Harno. Saya kurang tahu persis pada waktu itu apakah beliau sudah berkeluarga atau masih bujangan.

Guru pada waktu itu memang mempunyai status sosial yang tinggi di masayarakat. Sampai tahun 60-an gaji guru masih relatif tinggi dan lebih dari cukup untuk hidup sehari-hari. Ukurannya sepeda yang dinaikinya, bukan sepeda motor atau mobil, karena hanya orang yang kaya yang bisa beli motor atau mobil. Rata-rata guru memiliki sepeda-sepeda seperti Raleigh, Humber, Fongers, Gazelle, merk-merk sepeda mahal pada waktu itu. Mungkin kekaguman saya terhadap profesi guru lebih banyak dipengaruhi penampilan fisiknya, yang kelihatannya serba enak dan berkecukupan.

Sampai SMA saya masih bercita-cita ingin jadi guru. Salah satu guru saya yang saya kagumi adalah pak Hartanto, guru bahasa Indonesia. Saya masih ingat ketika di kelas membahas penyair Chairil Anwar dengan sajaknya yang terkenal “Aku”. Beliau begitu bagusnya dan intens dalam memperagakan penyair ini sehingga kita bisa membayangkan seperti apa tokoh yang terkenal kontorversial ini. Begitu pula dengan pak Suwadji, guru Aljabar ayahnya pak Pranowo Suwadji. Beliau ini terkenal galak, keras dan disiplin, namun semuanya dengan obsesi bagaimana supaya anak didiknya menjadi pintar. Lama sekali kekaguman saya kepada bekas guru-guru saya membekas di lubuk hati kami. Guru bukan hanya sekedar digugu dan ditiru, tetapi juga dihormati dan dikagumi.


Kapan ingin menjadi bankir?

Pada waktu saya kuliah, kira-kira awal tahun 60, ketika itu sedang jaya-jayanya perusahaan negara(PN) seperti Panca Niaga, Dharma Niaga, Kerta Niaga. Jamannya jual lisensi, kuota, dan monopoli yang diberikan pemerintah, membuat PN betul-betul berkibar. Saya perhatikan kehidupan pejabatnya kelihatan enak-anak dengan rumah dinas, mobil bagus dan berbagai fasilitas lainnya. Sedang disisi lain, ekonomi semakin memburuk, inflasi tinggi, harga-harga membubung terus dan kehidupan semakin sulit. Profesi pegawai negri dan guru saya lihat sudah tidak menarik lagi. Jadi sekarang saya ganti cita-cita, ingin kerja di PN kalau sudah selesai kuliah nanti.

Sekitar tahun 68 ditempat saya kost mendapat tambahan 2 penghuni baru, mas Hari, pegawai Dinas Metrologi dan mas Akhsan, pegawai BKTN (BRI) Kantor Daerah Semarang. Dengan mas Hari saya tidak terlalu dekat, ya sekedar kenal sesama teman satu kost. Sebaliknya, dengan mas Akhsan saya sangat dekat, sering diajak nonton atau makan direstoran. Dari mas Akhsan inilah berawal ketertarikan saya untuk bekerja di bank. Saya lihat setiap hari kalau berangkat ke kantor dijemput bus, pakaiannya selalu necis, baju putih dengan celana gelap dari bahan yang halus. Tiap Minggu pagi dengan pakaian olah raga putih-putih berangkat main badminton. Suatu ritme kehidupan yang ideal sekali. Saya tidak tahu posisinya apa di bank, tapi nampaknya uangnya cukup banyak. Untuk orang indekost-an, ukuran orang kaya itu sederhana, baju bagus ditambah tiap minggu bisa nonton atau makan di restoran sudah cukup.


Persepsi atas sukses

Begitu lulus dari fakultas ekonomi Undip tahun 1972, saya ikut-ikutan teman-teman yang lain ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Cita-cita untuk kerja di PN atau bank hilang semua. Pokoknya pekerjaan apa saja yang pertama didapat akan saya ambil, supaya bisa survive di Jakarta. Pertama kali saya mendapat pekerjaan sebagai auditor junior di SGV-Utomo, sebuah kantor akuntan patungan Indonesia-Pilipina yang berkantor di jalan Thamrin. Saya hanya bertahan setahun di kantor ini. Saya tidak melihat prospek yang cerah di kantor ini, karena latar belakang pendidikan saya bukan akutansi. Disamping itu sebagai orang yang biasa bertahun-tahun di daerah, hidup di Jakarta ternyata susah juga. Saya masih ingat gaji saya waktu itu Rp30,000. Untuk bayar kamar Rp12,500, sisanya untuk makan dan transport(bus kota), betul-betul kehidupan yang pas-pasan.

Ketika membaca iklan sebuah bank pemerintah (BRI) mencari tenaga untuk dididik menjadi calon pimpinan, maka tanpa menunggu-nunggu lagi saya langsung mendaftar. Bayangan saya dengan bekerja di bank saya akan mempunyai kesempatan menjadi pejabat, punya pangkat, kedudukan dan kehidupan yang enak. Cita-cita, apakah mau menjadi guru, tentara, pegawai PN atau bankir sebetulnya tidak relevan lagi. Yang ada keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik, tidak perduli profesinya apa. Kalau kebetulan lowongan yang muncul pertama dulu Pertamina, atau Departemen Keuangan, atau Garuda, mungkin saya tidak akan menjadi pejabat di BRI..

Jadi di masyarakat yang disebut sukses itu punya pangkat, jabatan dan kaya. Kalau ada seseorang dengan jabatan tinggi tetapi melarat dianggap bodoh dan gagal. Kalau seseorang ingin jadi polisi, jaksa, hakim, bankir, bupati, atau menteri, sebetulnya tidak selalu untuk memenuhi idealisme sejak kecil, tetapi lebih banyak sebagai sarana untuk mencari sukses dalam pengertian diatas. Ketika pertama diterima bekerja di BRI dulu, gaji saya Rp16.500 sebulan ditambah beras 15 kg, tetapi saya optimis bahwa di BRI saya akan bisa hidup lebih baik. Ketika ada lowongan pegawai negri, ribuan orang melamar, walaupun kita tahu menjadi pegawai negri sipil (PNS) gajinya kecil. Persepsi bahwa PNS hidupnya enak-enak mendorong banyak orang meniti karir sebagai Pegawai negri.


Cita-cita orang tua dan masa depan anak.

Seperti orangtua yang lain, tadinya saya juga bercita-cita agar anak-anak menjadi sarjana semua. Ketika Doni, anak saya yang paling besar, lulus SMA, saya dorong untuk meneruskan kuliah. Saya tidak terlalu mengarahkan harus kuliah dimana. Pengalaman kurang menyenangkan berurusan dengan penegak hukum sewaktu bertugas di BRI, membuat saya berharap anak-anak tidak memilih profesi dibidang hukum seperti : jaksa, hakim, pengacara atau polisi. Doni berhasil menyelesaikan Sarjana Tehnik-nya dari Trisakti dan memperoleh MBA dari University of Baltimore, Maryland. Pulang dari Amerika bekerja di Astra-Graphia, sampai sekarang.

Vitry, adiknya yang selisih 5 tahun, sedikit berbeda. Ketika selesai SMA tidak mengatakan ingin kuliah dimana, tetapi ingin bekerja dibidang jurnalisme. Jadi sejak awal memang sudah jelas profesi yang akan dipilihnya nanti. Ketika dia kuliah, obsesinya bukan untuk mencari gelar sarjana, tetapi mencari ilmu dan keahlian dibidang jurnalisme. Sejak SMA memang sudah kelihatan bakatnya dalam event-organizing atau mengelola majalah dinding. Vitry berhasil memperoleh S1 dari University of Oregon dibidang journalism dengan spesialisasi broadcasting. Setelah kembali ke Indonesia sempat bekerja di beberapa advertising agency selama 2 tahun. Sekarang dia mengelola perusahaan sendiri yang bergerak dibidang iklan dan promosi, pembuatan brosur, company profile, annual report dan website.

Saya kurang tahu mewarisi dari siapa, tetapi nampaknya darah seni mengalir ditubuh Didit, anak saya nomer 3. Ketika masih SMP klas 1, di Surabaya, minta dibelikan gitar. Saya masih ingat betapa susahnya, dengan bantuan Handono, oomnya, dia mencoba menguasai ABC-nya chord gitar. Ketika SMA, diluar dugaan saya, bakat musiknya, baik gitar maupun tarik suara, berkembang pesat. Saya coba salurkan dengan membelikan seperangkat alat musik lengkap. Ketika selesai SMA, berbeda dengan kakak-kakaknya, tidak terdengar kata-kata sedikitpun tentang rencananya selepas SMA. Walaupun tidak pernah diutarakan, saya bisa merasakan kalau Didit bercita-cita ingin menjadi pemusik.

Perlu diingat bahwa seniman cenderung berpembawaan santai, seenaknya, acuh, kurang perduli terhadap lingkungannya. Seniman juga kurang senang dengan hal-hal yang serba teratur dan yang bersifat sudah mapan. Ahli psikologi mengatakan seniman lebih kuat otak kanannya, sehingga lebih menyukai situasi yang memberikan dia ruang untuk berkreasi dan berimajinasi. Hal-hal yang sifatnya anlalitis dan memerlukan kemampuan logika kurang disukai.

Berbekal dengan pengetahuan diatas saya tidak akan meminta Didit untuk sekolah yang konvensional, seperti hukum, ekonomi, atau bisnis. Sebagai gantinya saya kirim ke sekolah perhotelan di Blue Mountain, Australia. Hanya bertahan satu setengah tahun, gagal. Ternyata mengirim anak ke sekolah perhotelan hampir seperti mengirim anak ke akademi militer. Jadwal yang padat, kehidupan asrama dengan disiplin yang ketat, tugas-tugas yang berat sangat tidak cocok dengan jiwa anak saya yang seniman.

Kembali dari Australia Didit saya beri kebebasan untuk sekolah kemana. Dia memilih mengambil D3 dibidang desain computer dan multi media, bidang-bidang yang lebih mudah dicerna jiwa senimannya. Namun kali ini lebih bersemangat, karena disamping sekolah juga bisa menyalurkan bakat musiknya. Sekarang dia bekerja sebagai creative designer di perusahaan kakaknya dengan tetap bermain musik sebagai profesi.

Novi, anak saya yang ke empat, perempuan, adalah anak mamah. Kita terlalu protektif sejak kecil, kemana-mana diantar. Bahkan saya tidak pernah mengijinkan dia pergi-pergi dengan naik kendaraan umum, takut ada apa-apa. Akibatnya dia tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri, walaupun kemampuan intelegensianya tinggi. Selepas SMA juga tidak ingin meneruskan kuliah, tetapi memilih sekolah mode.

Selesai sekolah di ESMOD, sekolah mode dari Perancis yang membuka cabang di Indonesia, kemudian melanjutkan mengambil fashion business di LASSALE. Sempat bekerja selama satu tahun di perusahaan garment milik orang India. Tidak tahan, karena jam kerjanya seperti rodi dengan gaji kecil. Sekarang dia bekerja dirumah dengan menerima jahitan. Cukup berhasil, karena banyak menerima pesanan dari ibu-ibu klas atas atau dari kantor-kantor. Namun masih tetap stress berat kalau ada langganan yang mengeluh soal kualitas jahitan.


Pelajaran buat orang tua

Sebagai orang tua sebaiknya kita tidak memilihkan cita-cita untuk anak-anak kita. Biarkan mereka menentukan cita-citanya sendiri. Yang lebih penting mempersiapkan anak-anak dengan memberi bekal nilai-nilai moral yang baik. Nilai-nilia seperti disiplin, kejujuran, amanah dan integritas perlu ditanamkan sejak dini. Pemilihan pendidikan anak-anak juga harus memperhatikan pembawaan, bakat dan karakteristik kejiwaan anak. Jangan terlalu memaksa anak-anak untuk jadi sarjana. Memang bangga punya anak-anak sarjana semua, tetapi apa gunanya punya anak-anak sarjana kalau nganggur semua. Biarkan mereka memilih pendidikan yang sesuai dengan bakatnya dan memudahkan mereka untuk mencapai cita-citanya, walaupun tidak memberi gelar sarjana.




Minggu, 15 Juni 2008

Wisata kuliner di Jogya (1)

Pendahuluan

Sejak Ari, anak saya yang paling kecil, kuliah di UGM , saya jadi sering ke Jogya. Paling tidak 2 bulan sekali saya ke sana sama nyonya. Disamping untuk menengok anak, juga untuk sejenak ganti suasana , melepaskan diri dari panas, kotor, bising dan macetnya kota Jakarta. Kalau ke Jogya sering bingung mau bawa pakaian apa. Soalnya merasa sudah ninggal beberapa pakaian disana tetapi selalu lupa yang mana. Maklum sudah kepala enam, jadi sering lupa. Jadi supaya tidak lupa dan kalau ke Jogya tidah usah banyak-banyak bawa ganti, sebaiknya saya catat dan saya masukkan ke blog. Bukan sok internetan, tapi kalau dicatat di tempat lagi nanti susah lagi nyarinya. Yang sudah ditinggal di tempat kost Arie antara lain :
3 Kaos golf panjang
2 T shirt
2 kaos oblong untuk tidur
1 celana training
1 handuk besar
1 baju lengan pendek
Kalau pas ada di Jogya sering diajak teman-teman main golf di Adisucipto. Nah saya juga nyimpan perlengkapan golf. Supaya tidak usah berat-berat bawa alat-alat golf, sebaiknya dicatat juga apa saja yang sudah saya simpan di sana.
Perlengkapan olah raga
1 set golf clubs tanpa putter
1 sepatu sepatu golf kulit + kaos kaki
1 sepatu jogging
1 tas ganti golf
1 tas bola + glove dan bola
2 topi golf
Tulisan diatas sebenarnya tidak ada hubungannya dengan wisata kuliner, tapi hanya untuk membantu ingatan saya soal bawa ganti baju.

Soto sapi pak Ngadiran

Hari Minggu pagi, tgl 15 Juni 2008, jam 7.30 pagi saya sudah mendarat di Adisucipto Airport. Dari rumah berangkat habis sholat Subuh, berarti belum sempat sarapan. Sampai di Sawit Sari, tempat kost Ari, pertanyaan pertama ; "Makan dimana Ri?". Ari langsung menyarankan ke soto daging sapi Pak Ngadiran. Dia tahu, kalau di Jogya saya selalu mencari makanan-makanan yang tradisional, yang enak tapi dengan harga yang realtif murah. Bukan mau ngirit, tetapi serasa ada kenikmatan tersendiri kalau bisa makan murah tapi rasanya masih mak nyuus.
Soto Pak Ngadiran terletak di daerah Klebengan, masuk dari Gading Mas, atau dari selokan Mataram. Agak susah kalau harus nyari sendiri, mungkin lupa lagi bisa nggak ketemu.
Resto ini nampaknya memang murah meriah. Pagi-pagi sudah penuh pengunjung, terutama dari kalangan mahasiswa. Menu andalan memang hanya soto sapi, tetapi dengan beberapa variasi : misalnya soto sapi campur (nasi), soto pisah, soto sapi daging dobel. Ada juga soto campur kuah (alias tanpa daging). Wah kalau yang ini namanya sudah ngirit banget. Mungkin untuk mahasiswa yang lagi telat kirimannya. Untuk sekedar informasi harga, soto daging campur Rp4.500, tempe goerng Rp300, es jeruk Rp1.500.

Tips untuk Anda, makan soto Pak Ngadiran tidak lengkap rasanya kalau tidak ditemani tempe goreng tepungnya yang berukuran mini dengan rasanya yang maxi. Kalau mau lebih nikmat lagi, pesanlah babat gorengnya yang bernuansa manis-gurih untuk melengkapi citarasa hidangan anda. Jangan lupa dengan krupuk kritingnya. Sambelnya enak, dicampur kecap bisa untuk teman makan tempe, hanya menurut saya agak terlalu pedas

Warung Makan Lombok ijo, sego abang
Saya makan disini untuk pertama kali dibawa Pak Bambang Setiari, pensiunan BRI yang berwiraswasta dengan usaha tanaman hias di jalan Kaliurang. Lokasinya agak jauh dari pusat kota, di daerah Pakem di pinggir jalan raya menuju Tempel. Tepatnya di Jl Pakem Turi Km 1, Sleman.
Sangat tradisional, bangunan dari bambu sederhana, suasana sangat rumahan sekali. Bisa duduk di kursi atau lesehan, ditemani gemericik air yang mengalir di sawah dan ditiup angin sejuk dan segar dari gunung Merapi. Makanannya sangat sehat, khas Gunung Kidul yang jarang ditemui lagi di kota-kota besar. Beras merahnya gurih dan pulen. Daging empal dan ayam gorengnya empuk sekali, dibumbu agak manis tetapi terasa pas di lidah. Sayur lodehnya hanya berisi tempe dan irisan cabe ijo. Sayur daun papayanya tidak terasa pahit sama sekali, malah agak sedikit manis. Dan jangan lupa pesan teh kenthel gula batu. Sambil menunggu pesanan, kita bisa ngemil rempeyek kedele hitam. Pelayanan cepat, walaupun banyak tamu tetapi tidak terlalu lama menunggu. Pemiliknya sangat ramah. Ketika kelihatan minuman sudah hampir habis, dia sendiri yang mengisi lagi. Begitu pula ketika kita selesai makan dan mau pulang, dia ikut mengantar sampai kedepan. Betul-betul keramahan Jogya yang sukar dilupakan.
Menu favorit ;

Nasi beras merah
Empal daging
Ayam goreng
Tahu/tempe bacem
Sayur lodeh lombok ijo
Sayur daun papaya
Bothok mlanding
Teh poci gula batu
Trancam
Menu diatas adalah sudah standar, artinya begitu kita duduk tidak usah pesan langsung disediakan. Sistemnya hampir kaya rumah makan Padang, tidak usah dihabiskan semua, kita hanya bayar yang kita makan. Praktis sekali.

Cowmad, tempatnya penggila sapi
Senin malam (16/6/08) Ari sama Ariana, pacarnya, ngajak makan malam di Cowmad, warung makan baru serba sapi, yang terletak Deresan, belakang Percetakan Kanisius, sebelah utara Happy Holy Kids.
Cowmad adalah warung makan untuk para penggila sapi, begitu kata si-empunya warung. Sajian utamanya memang daging sapi. Mulai dari sate, iga bakar, sup iga, sup buntut, sampai brongkos kikil. Tapi selain sapi-sapian, ada juga sayuran seperti brokoli bawang putih, kangkung hot plate dan tauge cah ikan asin. Minumannya juga beraneka ragam, mulai dari minuman tradisional seperti kunir asem dan jamu komplit sampai dengan aneka juice dan minuman dengan nama sapi-sapian seperti The Matador dan Sexy Cowmad. Untuk yang tidak ingin makan berat, Cowmad juga menyediakan cemilan berupa kentang goreng dan pisang goreng/bakar. Lengkap lah pokoknya!
Kami berempat memesan menu yang berbeda-beda, supaya bisa saling mencicipi menu masing-masing. Saya pesan Sapi bumbu mongolian, karena digambar kelihatan enak dan porsinya besar. Ternyata porsinya kecil sekali. Nyonya pesan sup buntut goreng, yang rupanya kurang begitu meresap bumbunya dan dagingnya agk keras. Ariana pesan iga bakar hoisan. Wah yang ini siip banget, mak nyuus. Ari pesan sup iga "selangit", ternyata tidak selangit rasanya. Kurang lebih sama dengan sup buntunya.
Tempatnya cukup nyaman. Tempat makan utama berada di rumah kayu dengan gaya joglo, meja sisanya ditata di taman sekeliling rumah. Di bagian belakang sekarang sedang dibangun meeting room, jadi bagi yang ingin rapat sambil makan daging sapi, langsung saja datang ke Cowmad (kalau meeting room-nya sudah jadi.. hehehe...)
Harga makanan dan minuman Cowmad tidak murah untuk ukuran Jogya, namun cukup terjangkau. Tamu yang naik motor juga berani mapir ke sini. Harga minuman sekitar 8000 rupiah dan makanan berkisar di 19.000 rupiah sampai 25.000.


Brongkos Bu Padmo
Brongkos adalah seperti sayur lodeh tetapi memakai kluwek, sehingga warnanya kehitam-hitaman. Berbeda dengan brongkos vegetarian yang isinya didominasi sayuran (labu siem dan kacang tolo), brongkosnya bu Padmo isinya hanya daging sapi. Orang Surabaya bilang ini rawonnya orang Jawa. Walaupun cukup banyak warung nasi brongkos di Jogya, tetapi kalau kita tanyakan ke penggemar brongkos pasti mereka akan me-rekomendasikan ke warungnya Bu Padmo, Namanya Warung Ijo Bu Padmo, tempatnya di Pasar Tempel, dibawah jembatan kali Krasak yang menghubungkan perbatasan Jateng - DIY. Warungnya yang berwarna hijau nyempil ditengah kios-kios pasar lainnya. Saking sempitnya, kalau ada tamu lain yang selesai makan duluan kira sering harus berdiri semua untuk memberi jalan lewat.
Sekarang dibawah tulisan warung ijo ditambahi kata-kata "mak nyuus". Mungkin ini gara-gara pernah dikunjungi Pak Bondan, pengasuh acara Wisata Kuliner dari Trans-TV. Jangan sampai keliru, karena disekitar lokasi tersebut sekarang bermunculan warung-warung makan lain yang juga menyajikan menu brongkos.
Disamping brongkos, disini kita juga bisa memesan nasi pecel, nasi terik daging, atau nasi koyor, tapi tetap menu andalannya brongkos. Memang beda dengan brongkos vegetarian, brongkos yang satu ini aromanya khas masakan daging dengan keharuman rempah yang menghanyutkan. Rasanya sangat gurih dengan gigitan rasa pedas yang membuat tidak enek. Dagingnya empuk sekali dan lumayan banyak, satu porsi cukup kenyang untuk orang-orang seusia saya. Secara keseluruhan brongkos daging ini enak banget, meskipun sepertinya lebih cocok untuk makan siang karena citarasanya yang lebih berat.
Harganya betul-betul bersahabat. Tujuh ribu satu porsi, ditambah minum, krupuk dan tempe goreng jadi sepuluh ribuan. Warung ijo ini ternyata sudah lumayan lama beroperasi, 50-an tahun. Dan yang lebih hebat lagi, Bu Padmo walaupun sudah sepuh, 80 tahun, masih ada dan masih sering mengecek keaslian rasa brongkos yang layak mendapat titel pusaka kuliner Jogya ini. Tapi harap diingat, meskipun sudah sangat beken warung yang satu ini tidak pernah buka cabang di tempat lain.

Bakmi Pak Mardi, Muntilan
Kalau ke Jogya biasanya tidak pernah saya lewatkan untuk makan bakmi Jawa. Dulu sewaktu masih dinas di BRI, setiap turne ke Joigya tiap malam selalu makan bakmi Jawa. Jadi kalau dinasnya tiga hari, ya tiga malam makan bakmi terus. Teman-teman turne sering kesel, karena tentunya bosen tiap malam kok makan bakmi terus. Hampir semua warung bakmi di Jogya sudah saya coba, ada Mundiyo, Kadin, Prawirotaman, Jombor, mbah Mo di Bantul sampai Pakem.
Kali ini saya diajak pak Bambang Setiari untuk mencoba bakmi Pak Mardi, yang katanya lain dari yang lain. Tempatnya di Tugu Besi, Lakar Santri, Muntilan. Untuk lebih tepatnya, kalau mau ke sana tanya saja sama BRI Muntilan. Di Muntilan ternyata terdapat suatu lokasi yang kalau malam hari penuh dengan warung-warung tenda yang berjualan segala jenis masakan, namun kebanyakan bakmi Jawa atau sate kambing.
Warung pak Mardi ini juga warung tenda yang kecil, diisi dua meja panjang dengan 10 kursi. Waktu saya datang kelihatan sepi, hanya ada dua orang yang sedang makan. Ternyata kami sudah tamu yang ke 15. Rupanya untuk pelanggan yang sudah tahu, karena tidak mau menunggu lama-lama, mereka pesan jauh-jauh sebelumnya. Jadi baru datang kira-kira kalau gilirannya sudah hampir tiba. Harap maklum, bakmi Jawa dimasak satu persatu, jadi harus sabar menanti. Kami beruntung karena memang sudah pesan sebelumnya, lewat salah satu pegawai BRI Muntilan, jadi tidak harus berlama-lama menunggu.
Bakmi pak Mardi sebetulnya tidak jauh berbeda dengan bakmi Jawa yang lain, hanya rasa bawang putihnya yang sangat menonjol. Juga berbeda dengan warung bakmi Jawa yang lain, bumbu-bumbu tidak disiapkan sebelumnya tetapi diracik secara mendadak setiap kali memasak pesanan. Akibatnya pada waktu dimasak aroma bawang putihnya terasa sangat keras dan betul-betul menggugah selera. Disini menawarkan menu bakmi godog, bakmi goreng, magelangan (bakmi goreng campur nasi) dan nasi goreng. Menurut saya yang paling mak nyuus adalah bakmi gorengnya.
Bagaiman dengan harganya ? Saya tidak tahu persis berapa per porsinya, tetapi untuk 8 orang dengan minum jeruk anget dan tambah uritan (telur muda) saya membayar Rp82 ribu. Saya kira cukup murah.
Sedikit sejarah, pak Mardi ini dulu sebelum jualan bakmi jadi kuli bangunan, tugasnya mengaduk semen. Sekarang tiap malam mengaduk bakmi dan nasi goreng. Bakmi pak Mardi memang lain dari yang lain, hanya sayang agak jauh dari Jogya. Ingat kalau ke sana sebaiknya pesan tempat dulu, supaya nunggunya tidak terlalu lama.