“What is in a name”, kata pujangga William Shakespeare. Bunga mawar ditaruh dimanapun dan diberi nama apa saja akan tetap indah dan harum. Barangkali benar untuk kasus bunga mawar, namun untuk kepentingan bisnis pemilihan nama merupakan masalah yang maha penting. Untuk sebagian pengusaha keturunan Cina, mereka sering harus pergi ke Gunung Kawi untuk mencari nama buat calon toko atau perusahaannya.
Makanan khas yang terkenal dari Ungaran, Jawa Tengah adalah sate sapi. Beberapa warung sate sapi yang terkenal antara lain : Sate sapi “Pak Keri”, “Pak Wiryo”, dan yang paling top “Pak Kempleng”. Ada dua hal yang bisa kita catat dari nama-nama warung ini. Pertama, karena sate sapi adalah masakan tradisional, maka dalam pemilihan nama warungnyapun berusaha memberi kesan tradisional. Kedua, sengaja dilih nama pemiliknya sebagai nama warung untuk memberi pesan kepada langganan bahwa pemiliknya betul-betul terjun langsung didalam mempersiapkan masakannya. Sehingga resep dan bumbunya dijamin orisinal dan quality control-nya terjaga. Hal ini juga berlaku untuk warung-warung tradisional lainnya seperti : sop kaki Pak Kumis, Sate Pak Jono, Ayam Goreng Ny Suharti, Gudeg Yu Juminten, Pecel Yu Sum, atau Soto Kadipiro.
Barangkali akan kedengaran aneh kalau untuk warung-warung tradisional tadi kita beri nama misalnya, sop kaki “Helen”, Sate sapi “Shinta”, atau sate ayam “Veritas”. Sebaliknya, untuk salon, kursus komputer, pusat-pusat kebugaran jasmani atau bakery, nama harus berbau modern dan trendy seperti : Lucia gents and lagies salon, kursus komputer “Datacom”, “Clark’s fitness center” atau Danish bakery. Jangan coba-coba memberi nama seperti salon “Bu Siti”, kursus komputer “Pak Harjo” atau tailor “Mang Eman”, karena tidak bakal ada calon langganan yang mau masuk. Hal ini juga menjelaskan mengapa himbauan kepada perusahaan-perusahaan untuk tidak menggunakan nama yang berbau asing sulit diikuti.
Di Purwosari, Solo, dekat rumah ibu saya, ada apotik yang menggunakan nama : “Kondang Waras” (terkenal sembuh). Sedang di Laweyan ada apotik yang namanya “Enggal Senggang” (cepat sembuh). Di lokasi lain ada juga apotik dengan nama “Sido Mulyo” (jadi sehat). Dari namanya saja jelas pengusaha berusaha mencari nama yang kuat relevansinya dengan kegiatan obat-mengobati. Dari ketiga nama tersebut nampaknya yang paling efektif adalah “Enggal Senggang”, karena siapa yang membeli obat disana, sesuai namanya, dijamin cepat sembuh. Di Solo, hotel-hotel modern memilih nama seperti Solo Inn, Mangkunegaran Palce, Kusuma Sahid Prince. Sedang penginapn trdisional, namun sering tingkat huniannya diatas 100 persen, lebih sreg menggunakan nama seperti penginapan Adem Ayem, Losmen Tentrem, atau Losmen Mekarsasri dlsb.
Di kantor pusat BRI ada urusan yang namanya Administrsi Kredit (ADK), terjemahan dari Credit Administration. Istilah to administer menurut Webster Dictionary artinya : to manage or conduct as chief agent or directing and controlling official; to direct or superintend the execution of .........etc. Dari definisi diatas jelas nampak bahwa administration bukan hanya sekedar kegiatan catat mencatat, tetapi merupakan fungsi aktif karena mengandung unsur menggerakkan atau mengarahkan (direct) dan mengawasi pelaksanaan (superintend the execution of). Fungsi administrasi kredit di BRI diatur dalam Credit Policies and Procedures (CPP) memang telah didesain agar semua pejabat yang terlibat di bidang perkreditan berperan aktif, mulai sejak inisiasi, realisasi, pemantauan sampai saat kredit menjadi bermasalah.
Didalam pelaksanaannya memang belum semulus sebagaimana yang kita harapkan semua. Bagian ADK di Kantor Wilayah dan Kantor Cabang sering hanya bergelut dengan laporan portofolio yang bersifat statistik. Padahal seharusnya dapat lebih banyak memberikan informasi dan analisa kepada manajemen. CPP memang konsep baru sehingga perlu waktui untuk betul-betul menghayatinya. Beberapa filosofi dan pendekatannya banyak yang masih merupakan “keju” yang sulit dicerna oleh perut rakyat BRI. Dengan training dan perubahan budaya kerja, diharapkan kekurangan-kekurangan dapat diperbaiki.
Namun barangkali faktor nama juga berperan disini. Istilah “administrasi” untuk telinga Melayu mempunyai konotasi sekedar catat-mencatat, pasif, menunggu dan kurang keren. Kiranya perlu difikirkan nama lain yang lebih memberi kesan dinamis, proaktif dan rasa bangga bagi petugas-petugasnya.
Kita juga mempunyai urusan yang namanya Sistem dan Tehnologi (SISTEK). Agak sulit juga menjelaskan kepada orang awam tentang fungsi dari urusan ini, karena kita ini bank bukan pabrik. Tidak bisa dipungkiri betapa besar peranan urusan ini didalam mengantar BRI ke tingkat kemajuan yang sekarang dicapai ini. Namun penggunaan nama Sistem dan Tehnologi lama-lama dapat menggiring alur pikiran kita bahwa urusan ini memang semata-mata hanya bertanggung jawab atas sistem dan tehnologi. Apabila demikian halnya maka urusan SDM akan merasa tidak bersalah apabila mengisi urusan ini dengan orang-orang yang kualifikasi tehnologinya lebih menonjol daripada kualifikasi perbankannya. Demikian pula Urusan Pendidikan akan merasa sudah pas kalau menyediakan paket-paket training yang bobot tehnologinya jauh lebih besar daripada bobot banking-nya. Bahkan pada musim asesmen pegawai kita mudah memaafkan kalau orang SISTEK kurang bisa menjawab soal-soal tehnis perbankan. Kalu persepsi ini kita biarkan berlanjut, maka bukan mustahil suatu saat kita akan mempunyai urusan yang kacamata tehnician-nya lebih dominan daripada kacamata banker-nya.
Saya kurang tau apa nama yang lebih tepat untuk urusan ini. Dulu waktu masih jamannya biro, kita mempunyai biro yang namanya Biro Informasi Manajemen. Memang kegiatannya belum secanggih urusan SISTEK sekarang ini, namun message-nya jelas, yaitu menyediakan informasi untuk keperluan manajemen. (Semarang, 1992)
Makanan khas yang terkenal dari Ungaran, Jawa Tengah adalah sate sapi. Beberapa warung sate sapi yang terkenal antara lain : Sate sapi “Pak Keri”, “Pak Wiryo”, dan yang paling top “Pak Kempleng”. Ada dua hal yang bisa kita catat dari nama-nama warung ini. Pertama, karena sate sapi adalah masakan tradisional, maka dalam pemilihan nama warungnyapun berusaha memberi kesan tradisional. Kedua, sengaja dilih nama pemiliknya sebagai nama warung untuk memberi pesan kepada langganan bahwa pemiliknya betul-betul terjun langsung didalam mempersiapkan masakannya. Sehingga resep dan bumbunya dijamin orisinal dan quality control-nya terjaga. Hal ini juga berlaku untuk warung-warung tradisional lainnya seperti : sop kaki Pak Kumis, Sate Pak Jono, Ayam Goreng Ny Suharti, Gudeg Yu Juminten, Pecel Yu Sum, atau Soto Kadipiro.
Barangkali akan kedengaran aneh kalau untuk warung-warung tradisional tadi kita beri nama misalnya, sop kaki “Helen”, Sate sapi “Shinta”, atau sate ayam “Veritas”. Sebaliknya, untuk salon, kursus komputer, pusat-pusat kebugaran jasmani atau bakery, nama harus berbau modern dan trendy seperti : Lucia gents and lagies salon, kursus komputer “Datacom”, “Clark’s fitness center” atau Danish bakery. Jangan coba-coba memberi nama seperti salon “Bu Siti”, kursus komputer “Pak Harjo” atau tailor “Mang Eman”, karena tidak bakal ada calon langganan yang mau masuk. Hal ini juga menjelaskan mengapa himbauan kepada perusahaan-perusahaan untuk tidak menggunakan nama yang berbau asing sulit diikuti.
Di Purwosari, Solo, dekat rumah ibu saya, ada apotik yang menggunakan nama : “Kondang Waras” (terkenal sembuh). Sedang di Laweyan ada apotik yang namanya “Enggal Senggang” (cepat sembuh). Di lokasi lain ada juga apotik dengan nama “Sido Mulyo” (jadi sehat). Dari namanya saja jelas pengusaha berusaha mencari nama yang kuat relevansinya dengan kegiatan obat-mengobati. Dari ketiga nama tersebut nampaknya yang paling efektif adalah “Enggal Senggang”, karena siapa yang membeli obat disana, sesuai namanya, dijamin cepat sembuh. Di Solo, hotel-hotel modern memilih nama seperti Solo Inn, Mangkunegaran Palce, Kusuma Sahid Prince. Sedang penginapn trdisional, namun sering tingkat huniannya diatas 100 persen, lebih sreg menggunakan nama seperti penginapan Adem Ayem, Losmen Tentrem, atau Losmen Mekarsasri dlsb.
Di kantor pusat BRI ada urusan yang namanya Administrsi Kredit (ADK), terjemahan dari Credit Administration. Istilah to administer menurut Webster Dictionary artinya : to manage or conduct as chief agent or directing and controlling official; to direct or superintend the execution of .........etc. Dari definisi diatas jelas nampak bahwa administration bukan hanya sekedar kegiatan catat mencatat, tetapi merupakan fungsi aktif karena mengandung unsur menggerakkan atau mengarahkan (direct) dan mengawasi pelaksanaan (superintend the execution of). Fungsi administrasi kredit di BRI diatur dalam Credit Policies and Procedures (CPP) memang telah didesain agar semua pejabat yang terlibat di bidang perkreditan berperan aktif, mulai sejak inisiasi, realisasi, pemantauan sampai saat kredit menjadi bermasalah.
Didalam pelaksanaannya memang belum semulus sebagaimana yang kita harapkan semua. Bagian ADK di Kantor Wilayah dan Kantor Cabang sering hanya bergelut dengan laporan portofolio yang bersifat statistik. Padahal seharusnya dapat lebih banyak memberikan informasi dan analisa kepada manajemen. CPP memang konsep baru sehingga perlu waktui untuk betul-betul menghayatinya. Beberapa filosofi dan pendekatannya banyak yang masih merupakan “keju” yang sulit dicerna oleh perut rakyat BRI. Dengan training dan perubahan budaya kerja, diharapkan kekurangan-kekurangan dapat diperbaiki.
Namun barangkali faktor nama juga berperan disini. Istilah “administrasi” untuk telinga Melayu mempunyai konotasi sekedar catat-mencatat, pasif, menunggu dan kurang keren. Kiranya perlu difikirkan nama lain yang lebih memberi kesan dinamis, proaktif dan rasa bangga bagi petugas-petugasnya.
Kita juga mempunyai urusan yang namanya Sistem dan Tehnologi (SISTEK). Agak sulit juga menjelaskan kepada orang awam tentang fungsi dari urusan ini, karena kita ini bank bukan pabrik. Tidak bisa dipungkiri betapa besar peranan urusan ini didalam mengantar BRI ke tingkat kemajuan yang sekarang dicapai ini. Namun penggunaan nama Sistem dan Tehnologi lama-lama dapat menggiring alur pikiran kita bahwa urusan ini memang semata-mata hanya bertanggung jawab atas sistem dan tehnologi. Apabila demikian halnya maka urusan SDM akan merasa tidak bersalah apabila mengisi urusan ini dengan orang-orang yang kualifikasi tehnologinya lebih menonjol daripada kualifikasi perbankannya. Demikian pula Urusan Pendidikan akan merasa sudah pas kalau menyediakan paket-paket training yang bobot tehnologinya jauh lebih besar daripada bobot banking-nya. Bahkan pada musim asesmen pegawai kita mudah memaafkan kalau orang SISTEK kurang bisa menjawab soal-soal tehnis perbankan. Kalu persepsi ini kita biarkan berlanjut, maka bukan mustahil suatu saat kita akan mempunyai urusan yang kacamata tehnician-nya lebih dominan daripada kacamata banker-nya.
Saya kurang tau apa nama yang lebih tepat untuk urusan ini. Dulu waktu masih jamannya biro, kita mempunyai biro yang namanya Biro Informasi Manajemen. Memang kegiatannya belum secanggih urusan SISTEK sekarang ini, namun message-nya jelas, yaitu menyediakan informasi untuk keperluan manajemen. (Semarang, 1992)
1 komentar:
Kebetulan saya ada di Divisi TSI, Pak. Dulu namanya Urusan Sistek ya.
Di awal masa trainee kami sudah diberi sedikit pembekalan mengenai sejarah BRI, dasar-dasar perbankan dan ditunjukkan operasional cabang melalui OJT di cabang jadi sedikit banyak bisa melihat betapa crowded-nya kegiatan di cabang.
Selain itu meeting dengan Divisi lain juga membuka mata tentang job description Divisi ybs.
Dunia yang menarik.
Posting Komentar