Senin, 10 Desember 2007

Menikmati pensiun atau melanjutkan sisa-sisa hidup?

Di negara-negara maju, seperti di Amerika Serikat (AS) atau Eropa, usia wajib pensiun (UWP) atau mandatory retirement age bisa mencapai 65 tahun. Bahkan di Eropa mulai muncul gerakan yang memperjuangkan agar UWP diperpanjang lagi menjadi 68 tahun. Dengan panjangnya UWP tersebut, jelas iuran pensiun yang dapat dihimpun dari para peserta menjadi semakin besar. Ditambah dengan semakin profesionalnya pengelolaan program pensiun, para pensiunan dari negara-negara maju tersebut dapat menikmati manfaat pensiun yang sangat memadai, sehingga mereka dapat tetap mempertahankan tingkat kesejahteraan hidupnya sesudah tidak bekerja lagi. Bahkan dari uang pensiunnya, banyak yang dapat melakukan perjalanan wisata keluar negri. Sering kita jumpai di Bali rombongan turis manula dari Eropa atau Jepang yang membiayai perjalanan wisatanya dari uang pensiun.

Sebagai ilustrasi : Elias adalah warga negara Belanda asal Ambon, pensiunan tentara KNIL. Tiap bulan ia menerima sekitar 1.700 euro, termasuk dana pampasan perang. Di dalam komponen pensiun itu ada dana untuk pembantu, karena mereka dianggap orang tua yang tak bisa apa-apa. Penerimaan bersihnya setelah dipotong pajak dan sewa rumah tersisa 1.300 euro atau Rp 17,5 juta lebih (1 euro = Rp13.500). Lebih dari cukup untuk hidup sehari-hari, karena istrinya juga dapat pensiun, disamping kedua anaknya sudah mandiri semua. Sebagai perbandingan gaji dosen 4.300 euro dan gaji rektor 5.500 euro sebulan. Perhatikan perbandingan antara penghasilan yang sudah pensiun dengan yang masih aktif. Mahasiswa Indonesia di Belanda untuk makan saja (masak sendiri) menghabiskan 200-300 euro sebulan. Jika ada inflasi, uang pensiun itu otomatis dinaikkan. Pemerintah Belanda memang terkenal jago dalam mewujudkan kesejahteraan bagi warganya.

Di Belanda, juga seperti di negara-negara Eropa lainnya, penganggur dibayar oleh negara. Sampai tahun 70-an masih banyak imigran (wanita) yang ramai-ramai kawin dengan orang-orang tua atau orang jompo di negeri Belanda. Perkawinan ini hanya akal-akalan dengan tujuan untuk memperoleh status sebagai warga negara Belanda, karena dengan status tersebut akan memperoleh tunjangan sosial sepanjang mereka masih belum mendapat pekerjaan alias menganggur. Sesudah mendapat pekerjaan atau suami beneran, maka suami-suami formalitas tadi akan dicerai. Sekarang praktek-praktek sepeti ini sudah sulit dilakukan karena pemerintah Belanda semakin ketat mengawasinya.

Pensiun di AS

Para pegawai di AS akan memasuki masa pensiun pada usia antara umur 65 sampai 67.5 tergantung kapan lahirnya. Semakin muda tanggal lahirnya semakin tua UWP-nya. Umur pensiun ini akan bertambah sejalan dengan makin tingginya umur rata rata manusia di AS. Seperti halnya di Indonesia, dana pensiun di AS pendanaannya juga diperoleh dari pemotongan sebagian dari gaji pegawai dan sebagian dari majikan yang kemudian disetorkan ke kantor pensiun. Namun ada perbedaan yang mendasar, yaitu negara mengelola program pensiun untuk seluruh warganya dan menentukan besarnya potongan secara prosentase dari gaji kotor. Ditambah dengan prosentase yang sama dari majikan, potongan ini akan disetor ke Social Security Adminstration (Dinas Jaminan Sosial) melalui kantor pajak Amerika Serikat yang disebut Internal Revenue Service atau IRS.

Besarnya prosentase potongan gaji ini diputuskan oleh lembaga legislatif yaitu DPR-nya Amerika Serikat yang disebut Congress. Besarnya potongan saat ini yang sudah ditentukan adalah sebesar 7.65 %. Jadi dengan kata lain, kalau setiap minggunya pegawai gajinya sebesar $1000,00 , maka iuran pensiun yang dipotong secara pasti adalah $76,50 dan majikan akan menyetor jumlah yang sama sehingga jumlah iuran pensiun yang disetorkan ke rekening pegawai per minggunya adalah sebesar $153 atau sekitar $7.956,00 per tahunnya. Pemotongan iuran pensiun dari gaji ini ada maksimumnya. Jumlah gaji per tahun yang kena pemotongan iuran pensiun adalah sebesar $90.000,00. Jadi kalau gaji seorang pegawai mencapai $120.000,00 pertahunnya, maka yang kena potongan iuran pensiun adalah sebesar $90.000,00

Perusahaan besar seperti Mobil Oil, Exxon, General Motors, IBM, Microsoft, Honda, Toyota,Bank America dan perusahaan lainnya disamping turut membayar Social Security Tax yang sifatnya wajib, juga menyelenggarakan sendiri program pensiun untuk para pegawainya. Jadi untuk pegawai mereka, setelah pensiun disamping mendapat uang pensiun dari Social Security Adminsitration juga mendapat uang pensiun dari perushaaan. Program ini diberikan oleh pengusaha sebagai insentif agar karyawan bekerja lebih giat dan betah tinggal lama dengan perusahaan tersebut. Sudah barang tentu masing-masing karyawan bebas untuk merencanakan program pensiunnya sendiri, dengan membeli produk-produk pensiun yang ditawarkan oleh lembaga keuangan.

Secara garis besar apabila seoarang pegawai mempunyai gaji bulanan sebesar$1.500 mulai saat ia bekerja 30 tahun lalu dan gaji 5 tahun terakhir sekitar $2.500 hingga $3.000, (setingkat gaji pegawai administrasi senior) maka minimum uang pensiunnya pada umur 65 akan berkisar sebesar $1.200,00 - $1.500,00 per bulannya. Jadi kalau istri juga bekerja dalam posisi yang sama, tidak ayal lagi mereka berdua akan menerima uang pensiun sekitar $2.400,00 - $3.000,00, ditambah dengan fasilitas assuransi kesehatan. Karena panjangnya UWP, rata-rata keluarga Amerika ketika pensiun sudah tidak mempunyai tanggungan anak lagi. Jadi tepatlah untuk negara-negara maju kalau dikatakan sesudah purna karya mereka betul-betul menikmati pensiun.

Di Indonesia : masih muda sudah pensiun

Di Indonesia umumnya pegawai memasuki masa pensiun pada usia 56 tahun. Polanya bisa melalui masa bebas tugas pada usia 55 kemudian pensiun penuh ketika mencapai usia usia 56 tahun. Atau, tanpa masa bebas tugas tetapi langsung pensiun di usia 56. Untuk pegawai negri sipil, khususnya guru, UWP biasa lebih panjang yaitu 60 tahun, bahkan untuk professor bisa mencapai 70 tahun. Namun sebagian besar pegawai di Indonesia umumnya berhenti bekerja pada usia 56 tahun. Artinya setelah usia tersebut para eks-pegawai tersebut harus melanjutkan sisa hidupnya dari manfaat pensiun yang diterima (bagi yang mempunyai program pensiun) ditambah penghasilan-penghasilan diluar pensiun seperti hasil investasi atau dari kegiatan lain setelah pensiun.

Dengan semakin membaiknya kesejahteraan pegawai dan harapan usia hidup, sebetulnya pada usia 56 dirasakan masih sangat fit dan belum terlalu tua untuk terus bekerja. Jadi ketika harus berhenti berkerja pada usia 56, banyak yang mengalami goncangan psikologis (psychological shock). Mengapa saya harus menganggur ketika saya merasa masih cukup produktif untuk berkarya. Dari segi sosial juga umumnya kita belum siap untuk pensiun di usia 56.

Untuk generasi yang lahir sebelum tahun 50, mereka mulai bekerja di usia relatif muda, yaitu antara 18 sampai 20, selepas menyelesaikan SMA. Usia 20 – 22 sudah pada menikah, jadi ketika harus pensiun pada usia 56 rata-rata anak-anak sudah mandiri atau minimal sudah selesai sekolah semua. Untuk generasi sesudah tahun 50-an, mereka mulai bekerja di usia antara 26 – 28 tahun, setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya. Menikah di usia 28 -30, jadi ketika pensiun anak-anak belum ada yang “mentas” (mandiri), masih menjadi tanggungan orang tua.

Belum lagi dari segi ekonomi, banyak yang belum siap pensiun di usia 56. Hanya sebagian kecil pegawai yang dapat mengumpulkan bekal yang cukup untuk menghadapi masa pensiunnya. Selebihnya harus melanjutkan sisa hidupnya dengan menggantungkan pada satu-satunya sumber penghasilan, yaitu manfaat pensiun yang sangat kecil. Jadi untuk di Indonesia sesudah pensiun kita masih harus berjuang untuk melanjutkan sisa-sisa hidup.

Keadaan ini, usia pensiun yang relatif muda, kecilnya manfaat pensiun dan masih beratnya tanggungan keluarga, mendorong timbulnya “moral hazard” diantara para pegawai kita. Selagi berkuasa, mereka berusaha memanfaatkan kedudukannya menghalalkan segala macam cara guna mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin sebelum pensiun.

Kapan pensiun sebagai orang tua?

Pensiun menjadi orangtua maksud saya adalah berhenti membiayai sekolah, berhenti membiayai hidup, berhenti melayani kebutuhan dan berhenti mengawasi anak-anak? Di negara-negara Barat, tampaknya memang memungkinkan dan wajar sekali seorang anak dari sejak dia diakui hak-hak dan kemandiriannya oleh negara untuk hidup mandiri. Di Jerman misalnya, usia 18 dikenal dengan volljährig, yaitu usia dimana hak-hak anak-anak mulai diakui oleh negara. Yang artinya, di usia ini anak-anak sudah dianggap mampu melakukan perbuatan hukum, menandatangani kontrak, atau boleh menikah tanpa izin orangtua. Umur 18 ini juga berlaku sebagai umur mandiri di banyak negara EU, di Amerika Serikat, di Swiss dan di Austria. Sedangkan di Jepang baru usia 20 tahun dianggap mandiri, dan di Nepal dan Somalia umur 15 tahun.

Apabila anak-anak ini memilih untuk hidup sendiri atau diminta orang tua untuk hidup sendiri, negara akan bertanggung jawab apabila suatu saat anak-anak ini terlantar karena tidak ada pekerjaan. Negara akan membayarnya sebagai warga negara dewasa yang menganggur. Jadi sebagai orang tua kita tidak terlalu merasa bersalah apabila kasarnya “mengusir” anak-anak kita untuk hidup mandiri.

Di Indonesia tampaknya memang waktu penegasan kemandirian terhadap anak-anak cukup dilematis, terutama karena praktek kehidupan ekonomi, dan system jaminan sosial yang belum mendukung. Sampai hatikah kita sebagai orang tua meminta anak-anak untuk mencari tempat tinggal dan mengurusi kebutuhan hidupnya sendiri.walaupun mereka sudah cukup usia dan sudah selesai sekolahnya. Dari segi ekonomi anak-anak yang menjadi tanggungan kita merupakan beban, terutama ketika kita sudah memasuki masa pensiun. Di sisi lain, nilai-nilai agama kita mengharamkan mengusir anak-anak keluar rumah hanya karena takut tidak bisa memberi makan. Jadi tidak heran Pondok Mertua Indah adalah alternatif tempat tinggal yang wajar dan. tidak aneh di masyarakat kita. Demikian juga dengan membiayai anak-anak sekolah hingga tamat sekolah, juga sudah dianggap bentuk dari kewajiban sangat wajar dari orangtua.

Apa yang perlu dipersiapkan

Siklus yang ideal adalah sekolah, lulus sarjana, dapat kerjaan, kawin, punya anak, punya tabungan yang banyak, baru pensiun. Sesudah pensiun juga harapannya sudah tidak mempunyai tanggungan lagi, tinggal jalan-jalan, main golf, momong cucu. Namun kita harus realistis bahwa tidak banyak yang bisa melewati siklus ideal diatas. Kebanyakan sesudah pensiun justru menghadapi masalah baru. Indahnya pensiun hanya satu tahun saat menjalani masa persiapan pensiun, ketika kita berhenti bekerja tetapi masih digaji penuh dari BRI.

Bagi yang sekarang masih aktif bekerja dan masih lama pensiunnya, ada dua hal yang perlu dipersiapkan. Pertama, bagaimana mempersiapkan diri kita sendiri dalam menghadapi pensiun. Apa yang akan kita lakukan sesudah tidak bekerja lagi harus mulai difikirkan dari sekarang, paling tidak 5 tahun sebelum pensiun. Kita harus mengkondisikan diri kita bahwa nanti kalau sudah pensiun, manfaat pensiun yang diterima sangat kecil dan tidak akan cukup untuk menunjang kehidupan kita sehari-hari, apalagi kalau anak-anak masih ikut kita.

Kedua, mempersiapkan anak-anak kita agar sesegera mungkin bebas dari tanggung jawab orang tua. Pemilihan pendidikan anak-anak harus tepat. Jangan terlalu memaksa anak-anak untuk jadi sarjana. Memang bangga punya anak-anak sarjana semua, tetapi apa gunanya punya anak-anak sarjana kalau nganggur semua. Biarkan mereka memilih pendidikan yang sesuai dengan bakatnya dan memudahkan mereka dalam menacari pekerjaan, walaupun tidak memberi gelar sarjana. Ngomong-ngomong saya masih punya satu anak lagi yang sedang kuliah di UGM. (Jakarta, Desember 2007)



Tidak ada komentar: