Masalah
penetapan atau pemilihan kepala daerah Yogyakarta sudah tidak perlu
diperdebatkan lagi dengan disahkannya Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY. Sri
Sultan Hamengku Buwono X baru saja selesai dilantik sebagai Gubernur Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sesuai dengan ketentuan UU tersebut, Sultan Jogya
dan Raja Pakualam yang resmi bertahta, otomatis akan ditetapkan sebagai
gubernur dan wakil gubernur. Masa jabatan gubernur tidak ada batasnya, karena
raja tidak mengenal masa jabatan. Raja baru turun tachta kalau mangkat. Sultan
IX menggantikan Sultan VIII yang mangkat tahun 1940, Sultan X menggantikan
ayahandanya Sultan IX yang wafat tahun 1988.
Siapa penerus Sultan akan menjadi sosok penting, karena pertama : siapapun yang menggantikan Sultan X nantinya akan menjadi pemimpin Provinsi DIY. Beliau diharapkan mempunyai kualifiaksi tidak hanya sebagai seorang raja tetapiu juga sebagai seorang kepala daerah. Kedua : Seperti diketahui, Sri Sultan HB X tidak memiliki anak laki-laki. Tidak seorang pun dari lima anak Sultan berjenis kelamin laki-laki. Tidak ada “paugeran” (peraturan) tertulis yang melarang anak perempuan menjadi penerus tachta, namun dalam sejarah keraton Jogyakarta(Mataram) belum pernah diperintah oleh seorang ratu. Karena itu, banyak pihak menilai keturunan Sultan HB X tidak bisa naik tahta.
Kalau tradisi ini diikuti maka Sultan X harus menunjuk salah satu saudara laki-lakinya sebagai putera mahkota. Sebagaimana diketahui Sultan IX menikahi 5 istri dan mempunyai 22 putera-puteri (15 putera, 7 puteri). Sultan X terlahir dari istri ke 2, KRAy Widyaningrum. Menurut sumber dari kalangan intern, GBPH Yudhaningrat atau Gusti Yudha, sesuai garis keturunan dan silsilah, calon potensial penerus Sultan adalah Gusti Hadiwinoto, adik satu ibu dari Sultan HB X. Penunjukkan putera mahkota sepenuhnya hak prerogatif Sultan, jauh-jauh hari sudah harus ditetapkan dan ditandai dengan pemberian nama kepada kandidat terpilih. Sebagaimana diketahui Sultan X waktu mudanya bernama Herjuno Darpito. Setelah dipilih sebagai putera mahkota namanya diganti dengan Pangeran Mangkubumi. Dengan pemberian nama ini seluruh kawula Yogyakarta maklum bahwa sang putera mahkota telah diangkat. Hal yang sama juga akan berlaku untuk suksesi Sultan X nanti.
Siapa penerus Sultan akan menjadi sosok penting, karena pertama : siapapun yang menggantikan Sultan X nantinya akan menjadi pemimpin Provinsi DIY. Beliau diharapkan mempunyai kualifiaksi tidak hanya sebagai seorang raja tetapiu juga sebagai seorang kepala daerah. Kedua : Seperti diketahui, Sri Sultan HB X tidak memiliki anak laki-laki. Tidak seorang pun dari lima anak Sultan berjenis kelamin laki-laki. Tidak ada “paugeran” (peraturan) tertulis yang melarang anak perempuan menjadi penerus tachta, namun dalam sejarah keraton Jogyakarta(Mataram) belum pernah diperintah oleh seorang ratu. Karena itu, banyak pihak menilai keturunan Sultan HB X tidak bisa naik tahta.
Kalau tradisi ini diikuti maka Sultan X harus menunjuk salah satu saudara laki-lakinya sebagai putera mahkota. Sebagaimana diketahui Sultan IX menikahi 5 istri dan mempunyai 22 putera-puteri (15 putera, 7 puteri). Sultan X terlahir dari istri ke 2, KRAy Widyaningrum. Menurut sumber dari kalangan intern, GBPH Yudhaningrat atau Gusti Yudha, sesuai garis keturunan dan silsilah, calon potensial penerus Sultan adalah Gusti Hadiwinoto, adik satu ibu dari Sultan HB X. Penunjukkan putera mahkota sepenuhnya hak prerogatif Sultan, jauh-jauh hari sudah harus ditetapkan dan ditandai dengan pemberian nama kepada kandidat terpilih. Sebagaimana diketahui Sultan X waktu mudanya bernama Herjuno Darpito. Setelah dipilih sebagai putera mahkota namanya diganti dengan Pangeran Mangkubumi. Dengan pemberian nama ini seluruh kawula Yogyakarta maklum bahwa sang putera mahkota telah diangkat. Hal yang sama juga akan berlaku untuk suksesi Sultan X nanti.
Kalau kita melihat sejarah kerajaan di Indonesia,
maka pada abad ke 8 kita pernah mempunyai ratu Sima yang memerintah kerajaan
Mataram lama. Juga, di jaman
Majapahit kita juga mengenal ratu Tribuana Tunggadewi. Jadi, untuk orang
Jawa dipimpin oleh seorang perempuan bukan hal yang ditabukan. Masyarakat Jogya
sendiri dari pembicaraan sehari-hari mengisyaratkan kalau tidak keberatan
dipimpin oleh seorang ratu. Dengan demikian dimungkinkan salah satu puteri
Sultan X suatu saat nanti naik tachta menggantikan ayahandanya. Saya kurang
tahu apa nama dan gelar yang diberikan kepada sang puteri mahkota nanti.
Masih terlalu dini mungkin untuk berspekulasi
tentang kemuingkinan seorang ratu memimpin Yogyakarta.
Masalah ini cukup sensitif di Yogyakarta
sehingga belum ada yang berani membicarakan secara terbuka. Walaupun Sultan
mempunyai hak prerogatif, namun beliau juga sepenuhnya menyadari bahwa
adik-adik laki-lakinya juga merasa berhak untuk naik tachta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar