It seems that Barack Obama is not qualified to be president after all for the following reason:
Barack Obama is not legally a U.S. natural-born citizen according to the
law on the books at the time of his birth, which falls between
"December 24, 1952 to November 13, 1986?
Presidential office requires a natural-born citizen if the child was not
born to two U.S. citizen parents, which of course is what exempts John
McCain though he was born in the Panama Canal. US Law very clearly
stipulates: ".If only one parent was a U.S. citizen at the time of your
birth, that parent must have resided in the United States for at least
ten years, at least five of which had to be after the age of 16." Barack
Obama's father was not a U.S. citizen and Obama's mother was only 18
when Obama was born, which means though she had been a U.S. citizen for
10 years, (or citizen perhaps because of Hawai'i being a territory) the
mother fails the test for being so for at least 5 years **prior to**
Barack Obama's birth, but *after* age 16. It doesn't matter *after*.
In essence, she was not old enough to qualify her son for automatic U.S.
citizenship. At most, there were only 2 years elapsed since his mother
turned 16 at the time of Barack Obama's birth when she was 18 in
Hawai'i. His mother would have needed to have been 16+5= 21 years old,
at the time of Barack Obama's birth for him to have been a natural-born
citizen. As aformentioned, she was a young college student at the time
and was not. Barack Obama was already 3 years old at that time his
mother would have needed to have waited to have him as the only U.S.
Cizen parent. Obama instead should have been naturalized, but even then,
that would still disqualify him from holding the office.
*** Naturalized citizens are ineligible to hold the office of President. ***
Though Barack Obama was sent back to Hawaii at age 10, all the other
info does not matter because his mother is the one who needed to have
been a U.S. citzen for 10 years prior to his birth on August 4, 1961,
with 5 of those years being after age 16. Further, Obama may have had to
have remained in the country for some time to protect any citizenship
he would have had, rather than living in Indonesia.
Now you can see why Obama's aides stopped his speech about how we
technically have more than 50 states, because it would have led to this
discovery. This is very clear cut and a blaring violation of U.S.
election law. I think the Gov. of California would be very insterested
in knowing this if Obama were elected President without being a
natural-born U.S. citizen, and it would set precedence.
Kamis, 14 Juni 2012
BAHASA INGGRIS BUKAN BAHASA INDONESIA YANG DI-INGGRISKAN
Seoarng ibu , yang belum lancar benar bahasa Inggrisnya, mengantar anaknya untuk membuka rekening disebuah bank di Amerika. Oleh petugas pelayananan nasabah disapa:" Good morning mam, can I help you?". "Oh yes thank you, I would like to put my money in your bank. How much is the "flower". jawab ibu itu dengan pedenya. Maksudnya dia ingin menanyakan berapa "bunganya". Setelah selesai urusannya dengan bank, ibu tadi ingin mencari kaos/T-shirt. Setelah ketemu toko yang dicari dia menanyakan ke penjaganya: " Do you have T-shirts?: "Yes mam we do, what color?" jawab penjaga toko. "Chocolate", balas ibu itu dengan tenangnya. Cerita pendek ini barangkali hanya sebuah anekdot, namun sebenarnya ingin mengatakan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia yang di-inggriskan.
Dalam bahasa Indonesia kita mengatakan, misalnya: "Rumah saya besar, kamarnya beasr-besar ada 4." Dalam bahasa Inggris kita tidak biasa mengatakan: "My house is big, there are four rooms.", walaupun secara tatabahasa dan kosakatanya benar. Orang Inggris akan mengatakan:" I have a big house, it has four big rooms." Ini adalah contoh sederhana.(to
.
Dalam bahasa Indonesia kita mengatakan, misalnya: "Rumah saya besar, kamarnya beasr-besar ada 4." Dalam bahasa Inggris kita tidak biasa mengatakan: "My house is big, there are four rooms.", walaupun secara tatabahasa dan kosakatanya benar. Orang Inggris akan mengatakan:" I have a big house, it has four big rooms." Ini adalah contoh sederhana.(to
.
Rabu, 13 Juni 2012
PDIP: DEMOKRASI atau DINASTI?
Di internal kubu PDIP ada dua hal yang "tabu" untuk dibicarakan, yaitu soal "CAPRES" dan "CALON KETUA UMUM PDIP". Kedua hal ini merupakan hak prerogratif Ketua Umum (Megawati). Ketika partai-partai lain sudah mulai mengelus-elus jagonya, PDIP masih belum terdengan suaranya.. Semua menunggu "dawuh" Megawati. Sesuatu yang agak janggal ditubuh partai yang begitu besar ini, menyandang nama "demokrasi", didalamnya terjadi praktek-praktek yang sangat tidak demokratis. Sebagai putri Presiden RI pertama, Megawati mungkin merasa yang paling terpanggil untuk menyelamatkan negara ini dari jurang kehancuran. Namun tidak berarti bahwa dialah satu-satunya yang berhak untuk memimpin bangsa dan negara. ini. Masing-masing generasi mempunyai perannya sendiri.
Begitu pula ketika partai lain secara periodik melakukan penggantian pimpinan, PDIP tidak pernah menyinggung masalah ini. Kader-kader partai yang mencoba mengutik-utik isu yang sensitif ini dianggap sebagai pembangkang, dan dapat berakhir dengan ditendangnya dari tubuh partai.
Nampaknya kita tidak bisa mengharap akan terjadi penggantian Ketum selama Megawati masih ada. Kalau akan ada penggantianpun Megawati inginnya diganti oleh putrinya, Puan Maharani. Puan inilah satu-satunya kader yang secara intens disiapkan untuk menerima estafet kepemimpinan partai kalau suatu saat Mega lengser. Itulah sebabnya banyak kader-kader PDIP yang bagus-bagus pada keluar dari PDIP. Begitu pula saudara2-nya juga mulai meninggalkan Megawati.
Puan Maharani |
Senin, 11 Juni 2012
ARISAN
Trying to explain “arisan” to a foreigner :
A social gathering with limited membership (relatives, classmates, neighborhood, ex-coworkers) Usually consists of 20 up to 30 people. They meet once a month and in every meeting member would put money of the same amount in a pot and then draw a lottery. The one who wins the draw will collect the money. The following month they will do the same except that the one who already wins will not participate in the draw. The meeting is either held at home, hosted by the winning member, or at a restaurant where the bill is shared by everybody. Originally the purpose of this gathering was to strengthen friendship or brotherhood among arisan members, so money was not the main objective. Money just served as a small incentive to encourage member to attend the meeting. Now arisan practice expands to businessmen where it serves as a means to raise capital.
A social gathering with limited membership (relatives, classmates, neighborhood, ex-coworkers) Usually consists of 20 up to 30 people. They meet once a month and in every meeting member would put money of the same amount in a pot and then draw a lottery. The one who wins the draw will collect the money. The following month they will do the same except that the one who already wins will not participate in the draw. The meeting is either held at home, hosted by the winning member, or at a restaurant where the bill is shared by everybody. Originally the purpose of this gathering was to strengthen friendship or brotherhood among arisan members, so money was not the main objective. Money just served as a small incentive to encourage member to attend the meeting. Now arisan practice expands to businessmen where it serves as a means to raise capital.
SIAPA SPONSOR MIRANDA GULTOM?
Penyidikan kasus cek pelawat sehubungan dengan pemilihan Deputi Senior Gubernur BI Miranda S Gultom(MSG) sudah berlangsung lama. Sebagian besar yang terlibat sudah divonis dan sudah menjalani hukumannya. Nunun Nurbaeti, yang diduga sebagai salah satu pemain utama, sudah ditangkap dan diadili. Namun mistery kasus ini tetap belum terkuak. Masih belum diketahui siapa sebenarnya sponsor atau penyandang dana penyuapan ini. Miranda saat ini sedang disidik oleh KPK, namun nampaknya tidak akan banyak yang juga terungkap.
Bahwa penyuapan telah terjadi memang benar dan tidak dapat disangkal lagi. Barang bukti berupa cek dan pengakuan penerima cek sudah diperoleh. Yang menyerahkan cek juga sudah mengakui. Namun siapa sebenarnya penyandang dana masih merupakan kabut misteri. Nampaknya sangat tidak mungkin pembelian cek ini dibiayai oleh Miranda. Karena hitunga-hitungan sederhana, berapa gaji seorang deputi gubernur BI sehingga berani menyuap sampai sejumlah Rp24 milyar. Jadi inisiatif penyuapan mungkin bukan berasal dari MSG. Ketika ada orang atau sekelompok orang berinisiatif untuk mengumpulkan sejumlah dana untuk diberikan kepada anggota Dewan pasti MSG mengetahuinya. Sebab penyandang dana pasti menghubungi (bernegosiasi) MSG, karena nantinya dia?mereka akan mengharapkan sesuatu dari MSG. Jadi MSG pasti mengetahui siapa penyandang dana. Tetapi sebagai tersangka dia berhak untuk menyangkal dan tidak emmberitahukan kepada penyidik. Apa imbalan yang diharapkan oleh penyandang dana cek pelawat dari MSG? Tentu bukan dalam bentuk materi, tetapi berupa kebijakan-kebijakan BI yang dapat memberikan keuantungan terhadap kegiatan bisnis para sponsor. Karena kebijakan BI adalah putusan Dewan Gubernur BI dan sebagai Deputi Gubernur tidak mungkin mengeluarkan kebijakan sendiri, maka yang paling mungkin memberitahukan kebijakan-kebijakan BI (inside information) yang akan dikelurakan kepada para sponsor. Kebijakan yang akan mempengaruhi fluktuasi moneter atau pasar uang nilainya tinggi sekali bagi pelaku bisnis atau pasar uang. Kalau hal ini dapat dibuktikan maka ada 2 tuduhan yang dapat dikenakan kepada MSG. Pertama mengetahui dan membantu melakukan penyuapan kepada anggota Dewan. Kedua, melanggar UU Bank Sentral tentang pembocoran rahasia.
Bahwa penyuapan telah terjadi memang benar dan tidak dapat disangkal lagi. Barang bukti berupa cek dan pengakuan penerima cek sudah diperoleh. Yang menyerahkan cek juga sudah mengakui. Namun siapa sebenarnya penyandang dana masih merupakan kabut misteri. Nampaknya sangat tidak mungkin pembelian cek ini dibiayai oleh Miranda. Karena hitunga-hitungan sederhana, berapa gaji seorang deputi gubernur BI sehingga berani menyuap sampai sejumlah Rp24 milyar. Jadi inisiatif penyuapan mungkin bukan berasal dari MSG. Ketika ada orang atau sekelompok orang berinisiatif untuk mengumpulkan sejumlah dana untuk diberikan kepada anggota Dewan pasti MSG mengetahuinya. Sebab penyandang dana pasti menghubungi (bernegosiasi) MSG, karena nantinya dia?mereka akan mengharapkan sesuatu dari MSG. Jadi MSG pasti mengetahui siapa penyandang dana. Tetapi sebagai tersangka dia berhak untuk menyangkal dan tidak emmberitahukan kepada penyidik. Apa imbalan yang diharapkan oleh penyandang dana cek pelawat dari MSG? Tentu bukan dalam bentuk materi, tetapi berupa kebijakan-kebijakan BI yang dapat memberikan keuantungan terhadap kegiatan bisnis para sponsor. Karena kebijakan BI adalah putusan Dewan Gubernur BI dan sebagai Deputi Gubernur tidak mungkin mengeluarkan kebijakan sendiri, maka yang paling mungkin memberitahukan kebijakan-kebijakan BI (inside information) yang akan dikelurakan kepada para sponsor. Kebijakan yang akan mempengaruhi fluktuasi moneter atau pasar uang nilainya tinggi sekali bagi pelaku bisnis atau pasar uang. Kalau hal ini dapat dibuktikan maka ada 2 tuduhan yang dapat dikenakan kepada MSG. Pertama mengetahui dan membantu melakukan penyuapan kepada anggota Dewan. Kedua, melanggar UU Bank Sentral tentang pembocoran rahasia.
ANGGOTA DPR MENJADI ARTIS
Dulu banyak jadi polemik tentang banyaknya artis (penyanyi, sinetron,
film, pelawak) yang terjun ke dunia politik dengan menjadi anggota DPR.
Saya tidak akan mempersalahkan hal ini, karena sebagai warganegara
lainnya artis juga berhak untuk terjun ke politik. Banyak dari mereka
yang betul-betul mempersiapkan diri untuk menambah pengetahuan,
mempeluas wawasan agar betul-betul dapat menjadi wakil rakyat yang baik.
Pertanyaannya sekarang, setelah menjadi anggota DPR masih bolehkah dia
mengeluti lagi dunianya dulu. Tentu hal ini akn dilakukan disela-sela
waktu senggangnya, Dari segi aturan tentu jawabannya boleh, karena
selama ini tidak ada aturan yang melarang. Apa bedanya menjadi artis
atau menjadi pengusaha. Pertanyaannya sebenarnya adalah apakah “etis”
kalau anggota DPR masih nyanyi, main film atau melawak?
Seorang anggota DPR, anggota lembaga tinggi negara, seorang wakil rakyat yang terhormat, dituntut untuk bersikap, berperilaku, bertutur kata yang santun, sopan dan tetap menjaga kewibawaan, dan kehormatan sebagai panutan piblik. Lantas daidalam menjalankan perannya sebagai artis (film, sinetron atau lawaK) mungkin mereka harus melakukan hal-hal agak menurunkan martabatnya sebagai anggota dewan. Bisa dari sikap, perilaku atau kata-kata, karena tuntutan peran mungkin terpaksa harus berperilaku kurang senonoh. Bisakah kita mengatakan . itu kan hanya peran bukan mencerminkan kehidupan keshariannya. Tetapi apakah kita masih bisa mempunyai rasa respek yg sama kalau melihat wakil-wakil rakyat kita ngomong senbarangan, cengengesan, dan jadi bulan-bulan lawakan di layar kaca. Di Amerika ada 2 orang bintang film yang sukses terjun ke dunia politik. Pertama Ronald Reagan, yang akhirnya menjadi presiden AS dan Arnold Schwarzenegger yg menjadi Gubernur California. Kedua-duanya menghentikan aktivitas showbiz-nya begitu diangkat menjadi pejabat publik.
Seorang anggota DPR, anggota lembaga tinggi negara, seorang wakil rakyat yang terhormat, dituntut untuk bersikap, berperilaku, bertutur kata yang santun, sopan dan tetap menjaga kewibawaan, dan kehormatan sebagai panutan piblik. Lantas daidalam menjalankan perannya sebagai artis (film, sinetron atau lawaK) mungkin mereka harus melakukan hal-hal agak menurunkan martabatnya sebagai anggota dewan. Bisa dari sikap, perilaku atau kata-kata, karena tuntutan peran mungkin terpaksa harus berperilaku kurang senonoh. Bisakah kita mengatakan . itu kan hanya peran bukan mencerminkan kehidupan keshariannya. Tetapi apakah kita masih bisa mempunyai rasa respek yg sama kalau melihat wakil-wakil rakyat kita ngomong senbarangan, cengengesan, dan jadi bulan-bulan lawakan di layar kaca. Di Amerika ada 2 orang bintang film yang sukses terjun ke dunia politik. Pertama Ronald Reagan, yang akhirnya menjadi presiden AS dan Arnold Schwarzenegger yg menjadi Gubernur California. Kedua-duanya menghentikan aktivitas showbiz-nya begitu diangkat menjadi pejabat publik.
GUBERNUR DIY: PENETAPAN VS PEMILIHAN
Salah satu isu yang masih mangganjal dalam pembahasan RUU
Keistimewaan Yogyakarta adalah masalah pengisian jabatan kepala daerah
Yogyakarta. Masyarakat Yogya (mungkin juga Sultan X) menghendaki
gubernur ditetapkan, sedang pemerintah menginginkan gubernur dipilih
secara demokratis. Bagi rakyat Yogya masalah “penetapan” nampaknya
sudah merupakan harga mati. Secara historis memang gubernur DIY
selalu dijabat oleh Sultan yang sedang berkuasa tanpa melalui proses
pemilihan. Sampai dengan reformasi masalah pengisian jabatan Gubernur
DIY tidak pernah dipersoalkan. Di era reformasi, terlebih setelah
keluar UU bahwa setiap kepala daerah harus dipilih secara langsung,
masalah gubernur/kepala daerah DIY mulai menjadi polemik. Tulisan
singkat ini mencoba mengkaji beberapa masalah yang mungkin timbul dan
perlu direnungkan seandainya pengisian jabatan kepala daerah Yogyakarta
dilakukan dengan sistem penetapan.
Dengan sistem penetapan berarti siapa saja yang diangkat menjadi Sultan otomatis menjadi Gubernur, dan siapa yang menjabat sebagai Pakualam otomatis menajdi Wakil Gubernur. Jadi tanpa melihat apakah Sultan tsb mempunyai kemampuan, keahlian, kompetensi, kesehatan mental atau phisik, yang diperlukan untuk menduduki jabatan kepala daerah. Sistem ini jelas mengabaikan asas -asas profesionalisme, yang mensyaratkan setiap jabatan harus didisi oleh orang yang betul-betul “fit and proper” untuk posisi tsb. Kebetulan Sultan-sultan yang pernah menjabat Gubernur, Sulatan HB ke IX dan X, dinilai mampu dan mumpuni untuk mengelola pemerintahan daerah. Tetapi tidak ada jaminan bahwa Sultan-sultan yang akan datang juga akan mempunyai kemampuan yang sama.
Masalah lain adalah mengenai masa jabatan gubernur/kepala daerah. Sampai kapan? Raja atau Sultan tidak mengenal masa jabatan. Raja baru mengakhiri jabatannya kalau meninggal atau digulingkan dari tahtanya. Jadi selama masih menjabat sebagai Sultan maka selama itupula beliau akan menjabat sebagai kepala daerah. Bagaimana kalau karena faktor usia kesehatannya semakin munurun, yang berakibat kemampuannya juga semakin menurun untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai kepala daerah. Kita lihat Ratu Elizabeth dari Inggris yang sekarang usianya sudah 86 tahun. Beliau akan terus menjabat sebagai ratu Inggris. tetapi bukan sebagai kepala pemerintahan.
Menurut hemat saya pengisian jabatan kepala daerah Yogyakarta sebaiknya dilakukan dengan sistem pemilihan. Sultan tetap raja Jogya tetapi bukan kepala pemerintahan. Sultan akan tetap menjadi figur yang sakral dan dijauhkan dari hal-hal yang dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang sultan/raja. Sebagai kepala dearah Sultan bisa berbuat salah atau terlibat masalah yang mengakibatkan beliau dituntut secara pidana. Sebagai kepala daerah beliau bisa didemo atau dihujat oleh rakyatnya kalau dinilai menyimpang. Padahal sebagai seorang raja beliau “can do no wrong”.
Dengan sistem penetapan berarti siapa saja yang diangkat menjadi Sultan otomatis menjadi Gubernur, dan siapa yang menjabat sebagai Pakualam otomatis menajdi Wakil Gubernur. Jadi tanpa melihat apakah Sultan tsb mempunyai kemampuan, keahlian, kompetensi, kesehatan mental atau phisik, yang diperlukan untuk menduduki jabatan kepala daerah. Sistem ini jelas mengabaikan asas -asas profesionalisme, yang mensyaratkan setiap jabatan harus didisi oleh orang yang betul-betul “fit and proper” untuk posisi tsb. Kebetulan Sultan-sultan yang pernah menjabat Gubernur, Sulatan HB ke IX dan X, dinilai mampu dan mumpuni untuk mengelola pemerintahan daerah. Tetapi tidak ada jaminan bahwa Sultan-sultan yang akan datang juga akan mempunyai kemampuan yang sama.
Masalah lain adalah mengenai masa jabatan gubernur/kepala daerah. Sampai kapan? Raja atau Sultan tidak mengenal masa jabatan. Raja baru mengakhiri jabatannya kalau meninggal atau digulingkan dari tahtanya. Jadi selama masih menjabat sebagai Sultan maka selama itupula beliau akan menjabat sebagai kepala daerah. Bagaimana kalau karena faktor usia kesehatannya semakin munurun, yang berakibat kemampuannya juga semakin menurun untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai kepala daerah. Kita lihat Ratu Elizabeth dari Inggris yang sekarang usianya sudah 86 tahun. Beliau akan terus menjabat sebagai ratu Inggris. tetapi bukan sebagai kepala pemerintahan.
Menurut hemat saya pengisian jabatan kepala daerah Yogyakarta sebaiknya dilakukan dengan sistem pemilihan. Sultan tetap raja Jogya tetapi bukan kepala pemerintahan. Sultan akan tetap menjadi figur yang sakral dan dijauhkan dari hal-hal yang dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang sultan/raja. Sebagai kepala dearah Sultan bisa berbuat salah atau terlibat masalah yang mengakibatkan beliau dituntut secara pidana. Sebagai kepala daerah beliau bisa didemo atau dihujat oleh rakyatnya kalau dinilai menyimpang. Padahal sebagai seorang raja beliau “can do no wrong”.
MANAGEMENT VS LEADERSHIP
Is management significantly different from leadership? Or is it necessary distinguishing between the two concepts? Some people believe that differentiating the definition between the two concepts is not only useless but also wasting your time. For these people management or leadership is just a label; what really matters is: are you doing things that an effective leader or manager should do?
For those who subscribe to the notion that management, to some extent, is different from leadership, one way of contrasting between management and leadership is usually by comparing the definition and the elements of the two concepts. The problem is: It is almost impossible to define management and leadership in one single comprehensive expression.
Management is traditionally defined by: “Getting things done through the effort of other people”. So, what do managers do? They draft plans, they make decisions, they allocate resources, and they direct the activities of others to attain goals. Hence traditionally managers perform four basic management functions: planning, organizing or staffing, directing and controlling. We call these functions as the five basic elements of management.
How about leadership? Leadership is simply defined by: “the art of influencing people to act towards the achievement of the desired goals”. While managers tend to adopt impersonal, if not passive, attitude towards goals, leaders take a personal and active attitude toward goals. Managers tend to view work as an enabling process involving some combination of people, method and procedure to establish strategies and make decisions, whereas leaders work from high-risk positions, concerned with ideas, relate to people in more intuitive and empathic ways. When we talk about leadership’s functions we are normally concerned with: inspiring, sharing, participating, guiding and motivating. These functions are basically known as the elements of leadership.
Another way to differentiate management from leadership is simply by labeling management as “doing things right” whereas leadership as “doing the right things”. The question is: Which one is more important? Well, it depends. Management is about coping with current issues. Good management brings about order and consistency by drawing up plans, designing rigid organization structure, and monitoring results against plans. Many managers, however, are unfortunately too concerned with keeping things on time and on budget and with copying what was done yesterday (and happy if perform 5 percent better than previous year).
Leadership, in contrast, is about coping with change. Leaders establish directions by developing a vision of the future; they align people by communicating this vision and inspiring them to overcome hurdles. Therefore in a well structured organization and less-volatile business environment a good management is sufficient. However, strong leadership is required for an organization undergoing a transformational change, where new innovative ideas and directions for the future are needed by the people in the organization.
Some experts argue that management is different from leadership for other reasons. Management, they propose, is more oriented toward: administration, maintenance, system and structure, short range plans, goals, how to achieve goals, solve current problems, seek compliance, control. Whereas leadership is more oriented toward: innovation, development, people, long range plans, vision for the future, what to be done and why, anticipate future problems, gain commitment, empowerment.
So where do we stand? We will use a broad definition of leadership: the ability to influence a group toward the achievement of goals. The source of this influence may be formal, such as provided by the possession of managerial rank in an organization. Since management positions come with some degree of formally designated authority, a person may assume a leadership role simply because of the position he or she holds in the organization. But keep in mind that not all leaders are managers: nor, all managers are leaders. Just because an organization provides its managers with certain formal authority is no assurance that they will be able to lead effectively. We find that non transactional leadership -- that is, the ability to influence that arises outside the formal structure of the organization – is often as important or more important than formal influence. In other words, leaders can emerge from within a group as well as by formal appointment to lead a group.
Thus, leadership is not forcing what you want just because you happen to have the legitimate power to do so, but rather the art of showing the light, inspiring, giving directions and alternatives to the people you are working with. You may be the formal leader, but the question is do your people feel they are getting the right directions from you. Therefore, one of the most important qualities that a leader should have is long range vision and ability to share the vision with his/her followers. There is no leadership without thinking of the future. I think this is the basic question that a leader should keep asking himself or herself: Am I leading my people toward mutually shared goals or am I just giving orders to them? The word leadership or leader should not be perceived as a “noun”, but rather as a “verb”, that is leading.
In order to be able to effectively lead, first you have to be accepted by your subordinates. Here are some tips for a new leader. A new leader does not necessarily mean a transition from a non-leader position to a leader position, but it can be a transfer from one department, division or branch to another. This formula is also known as “Similar and Different.” Be part of them, be similar enough to get acceptance and membership as well, yet be different enough to add values to the people you are working with. Things a new leader should do when he or she assumes a leadership position:
1. Effective leadership will gain commitment from your subordinates, not obedience. What we need from subordinates is commitment not obedience. And, what does commitment mean? It means readiness to mobilize as much available energy as possible in the pursuit of common goals, common enterprise.
to be continued......
Langganan:
Postingan (Atom)