Minggu, 24 Februari 2008

Pemilihan Gubernur BI


Dalam bulan Mei mendatang masa jabatan Gubernur Bank Indonesia (BI) akan berakhir. Dalam 2 bulan mendatang DPR akan punya “gawe” besar, memilih Gubernur BI yang baru. Sesuai ketentuan Undang-undang(UU), paling lambat 3 sebelum berakhirnya masa jabatan tersebut Presiden sudah harus mengajukan nama-nama calon Gubernur BI yang baru kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Memenuhi ketentuan UU ini, Presiden sudah menyampaikan kepada DPR nama-nama calon Gubernur BI yang baru. Silang pendapat dan reaksi yang nadanya menentang telah bermunculan di kalangan masyarakat(politisi), walaupun proses pemilihan resminya belum dimulai. Beberapa kalangan di DPR, dengan mengatasnamakan masyarakat, menyatakan bahwa calon yang diajukan tidak memenuhi aspirasi masyarakat. Beberapa anggota DPR bahkan secara apriori menuduh pemerintah atau Presiden telah melakukan intervensi terlalu dalam karena tidak mengikutsertakan calon dari intern BI.
Di Indonesia, setiap terjadi pengangkatan pejabat publik yang harus mendapat persetujuan DPR, hampir selalu menimbulkan suasana permusuhan antara pemerintah dengan DPR. Tidak terkecuali, pemilihan Gubernur BI telah menjadi komoditas politik yang panas yang menimbulkan tarik ulur kepentingan antara Presiden dengan DPR. Siapapun yang diajukan pemerintah selalu ditanggapi negatif oleh DPR. Belajar dari beberapa kali proses pemilihan anggota Dewan Gubernur BI, mungkin perlu direnungkan kembali apakah mekanisme pemilihan yang selama ini telah berjalan masih perlu dipertahankan. Atau perlu beberapa penyempurnaan, dengan mengacu pada best pratices di negara-negara maju, agar prosesnya dapat berjalan lebih transparan, obyektif dan tidak kontraproduktif terhadap pasar,

Haruskah 3 calon?
Didalam pasal 41 ayat 1 UU Bank Indonesia no 3/2004, disebutkan bahwa Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Didalam pasal ini tidak disebutkan secara tegas berapa jumlah calon yang harus diajukan Presiden, namun didalam penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa Presiden dapat menyampaikan sebanyak-banyaknya 3 calon. Memenuhi ketentuan pasal ini Presiden sudah menyampaikan 2 nama, yaitu Agus Martowardoyo dan Raden Pardede, sebagai calon Gubernur BI yang baru. Jadi, dengan hanya mengajukan 2 nama, Presiden sebetulnya tidak melanggar ketentuan pasal 41 UU BI. Bahkan kalau perlu Presiden dapat mengajukan satu nama. Juga, karena jabatan Gubernur dapat diperpanjang untuk kedua kali, Presiden dapat mengusulkan kembali Gubernur yang lama.
Di kalangan masyarakat, khususnya anggota DPR, pasal 41 ini nampaknya ditafsirkan sebagai suatu keharusan bagi Presiden untuk mengajukan 3 calon, atau minimal lebih dari satu calon untuk setiap lowongan jabatan yang ada. Selanjutnya DPR akan memilih, melalui proses “fit and proper test”, siapa yang dianggap paling layak.dan patut memimpin bank sentral kita. Dengan keharusan mengajukan lebih dari satu calon, sebenarnya menempatkan Presiden dibawah DPR. Kewenangan Presiden hanya sebatas mengusulkan, sedang DPR-lah yang sebenarnya menentukan siapa yang akan menjadi Gubernur BI.

Sistem di Amerika Serikat
Walaupun sama-sama memerlukan persetujuan dari DPR, pemilihan Gubernur BI sedikit berbeda dengan dengan pegangkatan Chairman of the Fed (Gubernur Bank Sentral-nya Amerika). Federal Reserve Act mengatur : The Chairman of the Board of Governors of the Federal Reserve System appointed(ditunjuk) by the President and confirmed(disyahkan) by the Senate. Jadi ketika Allan Greenspan, Gubernur lama, harus diganti, Presiden Bush menunjuk Ben Bernanke sebagai penggantinya dan selanjutnya meminta pengesyahan dari Senat. Karena calon yang diajukan hanya satu, Senat tidak memilih lagi tetapi menilai apakah calon dianggap patut(proper) memimpin the Fed. Penilaian lebih banayk didasarkan pada integritas, ahlak, moral dan track record calon, bukan kepada kualifikasi, keahlian dan kemampuan tehnisnya.
Di AS, disamping Gubernur Bank Sentral, terdapat beberapa jabatan publik yang memerlukan persetujuan Senat, yaitu : hakim agung, jaksa agung, duta besar dan anggota kabinet tertentu. Namun didalam prosesnya tidak pernah terjadi Senat memilih calon yang diajukan Presiden, karena Presiden hanya mengajukan satu calon. Opsi Senat hanya menolak atau menyetujui kandidat yang diajukan Presiden. Di AS pernah terjadi pencalonan seorang hakim agung ditolak Senat karena kedapatan mempekerjakan tenaga imigran illegal dirumahnya. Jadi, ditolaknya bukan karena dinilai tidak mampu, tetapi karena masalah integritas. Sistem calon tunggal ini sebetulnya bukan barang baru untuk Indonesia. Didalam pengangkatan Panglima ABRI, Presiden juga hanya mengajukan satu calon. Ketika Marsekal Djoko Suyanto habis masa jabatannya, Presiden hanya mengajukan satu nama yaitu Jendral Djoko Santoso sebagai penggantinya.

Pengangkatan kembali Gubernur lama
Bagaimana kalau gubernur yang lama dinilai mempunyai prestasi yg sangat bagus dan perlu dipertahankan? BI merupakan instrumen yang strategis dan mempunyai peran yang besar dalam menciptakan kondisi moneter dan makro yang kondusif bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Walaupun kepemimpinan di BI bersifat kolektif, namun arah kebijakan bank sentral akan sangat diwarnai oleh kualitas Gubernurnya. Gubernur yang dinilai berhasil, kredibel dan diterima pasar, sebaiknya jangan terlalu sering diganti agar terjamin kontinuitas dan konsistensi kebijakan. Alan Greenspan, Gubernur Bank Sentral AS yang sangat legendaris, mengakhiri tugasnya setelah menjabat lebih dari 18 tahun.
Marilah kita anggap tidak ada kasus aliran dana BI dan Burhanudin Abdullah dari beberapa kritreria dinilai berhasil seperti : menjaga kondisi perbankan dan moneter yang aman, rupiah stabil, tidak pernah ada kontroversi atau gejolak yang disebabkan kebijakan BI. Selain itu, koordinasi pemerintah dan BI dirasakan sangat baik dalam penentuan berbagai kebijakan seperti penentuan inflasi dan suku bunga sehingga membuat para pelaku pasar, baik dalam maupun luar negri, merasa nyaman beroperasi di Indonesia.
Dengan mekanisme pemilihan seperti sekarang ini maka kesempatan untuk mengangkat kembali Gubernur lama menjadi berkurang. Walaupun Presiden dapat mengusulkan kembali Gubernur lama, namun adanya keharusan mengajukan lebih dari satu calon memungkinkan DPR memilih dari calon-calon baru. Dengan adanya 3 calon, kans Gubernur lama untuk diangkat lagi adalah 0-33%. Sebaliknya dengan 1 calon kans-nya 0-100%.

Cukup satu calon
Mekanisme pemilihan harus dirubah. Memilih Gubernur BI seharusnya tugas eksekutif, bukan tugas DPR. Sebagaimana dalam pengangkatan Panglima ABRI, Presiden cukup mengajukan 1 calon saja. Memang DPR mempunyai hak untuk menolak usulan Presiden, tetapi penolakan DPR harus atas pertimbangan bahwa calon dinilai tidak patut (proper), bukan karena tidak layak (fit) untuk memimpin lembaga yang sangat prestisius ini. Sistem penilaian harus dipisah antara fitness test dengan proper test. Penilaian pengalaman, keahlian dan kemampuan, sepenuhnya merupakan kompentensi pemerintah atau Presiden. Sedang domain DPR hanya sebatas penilaian atas ahlak, moral, integritas dan track record calon
Dengan sistem calon tunggal Presiden akan lebih focus pada satu figur yang dianggap paling mampu untuk memimpin BI, tanpa harus menyertakan calon-calon pendamping yang kualifikasinya dibawah calon yang diunggulkan. Siapapun yang dicalonkan pasti sudah melalui pertimbangan yang masak dengan mendengar masukan dari para penasehat dan pembantu-pembantunya, khususnya dari team ekonomi. .
Dengan hanya mengajukan 1 calon juga akan memberikan keleluasaan dan kewenangan yang lebih besar kepada Presiden untuk memilih anggota Dewan Gubernur BI. Posisi Presiden tidak lagi sekedar mengusulkan, tetapi meminta pengesyahan DPR atas calon yang telah ditunjuk. Disisi lain dapat mengurangi kesempatan DPR untuk menyeret BI kedalam arena dan agenda politik DPR, setiap kali terjadi pemilihan anggota Dewan Gubernur BI. Dengan bertambahnya kewenangan Presiden tidak bisa ditafsirkan sebagai intervensi terhadap independensi BI. Siapapun yang menjadi Gubernur BI, independensinya dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dilindungi oleh pasal 9 UU no 23/1999.

Tidak ada komentar: