Selasa, 24 Februari 2009

Warung kopi Aceh

“Jangan lupa mampir ke warung kopi Aceh…”, itu pesan dari teman-teman ketika mendengar saya akan ke Aceh. Akhir tahun lalu sampai Maret 2009 saya sempat tinggal, atau lebih tepatnya bekerja, di Banda Aceh. Saya dikontrak Asian Development Bank (ADB) selama 4 bulan, sebagai konsultan menggarap proyek pengembangan Bank BPD Aceh. Saya sudah beberapa kali ke Aceh, baik waktu masih di BRI maupun ketika bertugas di Dana Pensiun BRI. Terakhir saya ke Aceh tahun 2005, bersama-sama Pak Sardjono (Ketua Umum PB PP-BRI waktu itu), Pak Sudarmanoe, Pak Petrus Sarwoko (alm), dalam rangka memberikan bantuan dan santunan kepada pensiunan BRI yang menjadi korban tsunami. Pada waktu itu Banda Aceh masih porak poranda, belum banyak bangunan yang direhabilitasi. Sudah banyak LSM, NGO, dan Lembaga Donor Internasional yang berdatangan di Aceh, namun mereka baru pada tahap penelitian, belum mulai membangun.

Sekarang Banda Aceh sudah jauh berbeda, semakin cantik dan kegiatan ekonominya semakin menggeliat. Hampir tidak terlihat sisa-sisa bekas tsunami. Mobil-mobil baru berseliweran di jalan-jalan yang mulus. Toko-toko lama sudah direhabilitasi dan ratusan ruko-ruko baru dibangun. Dulu agak kesulitan kalau mau makan, karena hanya satu dua restoran saja yang buka. Sekarang cari makanan apa saja ada. Masakan Cina, Barat, Padang, Ayam Bakar Wong Solo, Pondok Raja Kuring, Ayam Penyet Surabaya, dan tentu saja puluhan restoran spesifik Aceh. Namun yang paling mencolok adalah banyaknya warung-warung kopi baru bermunculan disetiap sudut kota. Bahkan saking banyaknya warung kopi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), negeri ini sering disebut sebagai negeri dengan sejuta warung kopi.

Warung atau restoran?

Warung kopi Aceh tidak sama dengan warung kopi ditempat-tempat lain. Jika diajak minum kopi di Aceh, jangan membayangkan warung kopi seperti Starbucks, Espresso, atau the Coffee Bean. Warung kopi di Aceh lebih tepat disebut sebagai warung makan. Hidangan utama memang kopi dan berbagai jenis makanan ringan khas Aceh. Namun bagi yang memang lapar bisa juga memesan makanan berat seperti : nasi gurih, nasi goreng, mi Aceh, mi bakso, sate, martabak. Untuk makanan berat ini umumnya tidak dimasak oleh pemilik warung, tapi disediakan oleh padagang dorongan yang bergabung dengan warung kopi tsb. dengan sistim bagi hasil.

Kios-kios dan toko-toko, juga warung kopi, di Aceh umumnya dibangun tidak persis dipinggir jalan, tetapi agak masuk kedalam. Jadi rata-rata mempunyai halaman depan yang cukup luas untuk menaruh puluhan meja dan kursi. Mejanya kecil dan pendek, dengan empat kursi plastik yang juga pendek dengan posisi agak menyandar kebelakang. Pada awalnya saya agak heran, dimana enaknya duduk dikursi pendek sambil minum atau makan. Namun setelah saya coba, memang ini kursi yang paling cocok untuk minum kopi. Ibaratnya sekali duduk minum kopi lupa berdiri. Sambil menikmati kopi, dimeja disuguhi berbagai jenis kudapan khas Aceh yang mayoritas rasanya manis.

Rasa kopi yang khas

Saya sendiri, untuk alasan kesehatan, sebetulnya sedang dalam proses mengurangi konsumsi kopi, malah kalau bisa berhenti sama sekali. Di rumah saya minum decafinated instant coffee (kopi tanpa cafein). Tetapi setelah mencicipi kopi Aceh nampaknya susah mau berhenti. Kopi Aceh umumnya dari jenis Arabica, dan menurut orang-orang sana, katanya waktu memproses dicampur sedikit mentega. Dan untuk memperoleh rasa yang khas, cara penyajiannya pun berbeda. Kebanyakan kita membuat kopi dengan menaruh beberapa sendok kopi di cangkir kemudian diseduh dengan air panas. Kopi Aceh diseduh langsung dalam air mendidih dan dibiarkan mendidih selama 2 atau 3 menit. Sebelum dituang kedalam gelas tutup rapat-rapat beberapa saat supaya aromanya tidak kemana-mana tetapi kembali masuk kedalam air kopi. Kopi Aceh umumnya dibuat tidak terlalu manis, sehingga terasa sangat pas ditemani kudapan khas Aceh yang serba manis.

Fungsi warung kopi

Di NAD, telah menjadi tradisi bagi kaum prianya untuk menikmati kopi di warung-warung. Bahkan di jam-jam kantor pun, banyak juga para pekerja melewatkan waktunya di sini. Bagi kaum lelaki Aceh, warung kopi tidak hanya sekedar tempat untuk menikmati secangkir kopi dan beberapa makanan khas Aceh lainnya, namun telah berkembang dengan fungsinya yang lebih luas, seperti fungsi sosial, yaitu sebagai tempat memperkuat silaturahim antar kelompok atau antar sahabat; fungsi politik, sebagai tempat diskusi isu-isu politik dan pemerintahan baik tingkat lokal, nasional maupun internasional; fungsi ekonomi, yaitu sebagai tempat pertemuan untuk melakukan lobi-lobi bisnis.

Ngopi juga sudah menjadi sarana hiburan dan bagian dari life style masyarakat Aceh. Nongkrong berlama-lama sambil ngobrol kesana lemari walaupun hanya membeli secangkir kopi sudah menjadi pemandangan umum. Mehreka gemar berkumpul bersama dan aktivitas yang dilakuk.an adalah ngopi. Yah, maklum saja, provinsi ini menerapkan hukum syariat Islam, jadi tempat hiburan malam pun tak banyak di sana. Bahkan bioskop pun tidak ada. Jadilah warung-warung kopi itu menjadi wadah untuk ajang temu dengan kawan, relasi bahkan kumpul keluarga

Kopi, rokok dan wanita.

Prosentase orang yang merokok di Aceh barangkali yang paling tinggi dibanding dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Dimana-mana orang merokok, tidak terkecuali di warung kopi. Mungkin agak susah bagi Pemda untuk mengeluarkan “qanun” (peraturan daerah) tentang larangan merokok ditempat-tempat tertentu. Apalagi melarang merokok di warung kopi, karena kopi dan rokok hampir tidak dapat dipisahkan. Salah satu faktor yang membuat saya tidak terlalu sering ke warung kopi ialah karena saya paling tidak tahan bau asap rokok. Biasanya saya mencari tempat duduk yang diluar agak dipinggir, sehingga bau rokok ternetralisir oleh tiupan angin.

Kalau rokok sudah identik dengan warung kopi, sebaliknya, wanita hampir tidak pernah ditemukan nongkrong di warung kopi. Saya pernah menanyakan ke beberapa wanita Aceh kenapa tidak ada wanita mampir ke warung kopi. Mereka menjawab : “Tidak ada larangan sih pak, cuman rasanya kurang elok dipandang karena warung kopi kan isinya laki-laki semua.” Jadi ada semacam bias jender. Padahal para wanitanya juga suka minum kopi. Saya kurang tahu apakah kalau kita coba membuka warung kopi khusus untuk wanita akan ada pengunjungnya atau tidak.

Ngopi dimana?

Walaupun begitu banyak warung kopi di Banda Aceh, tetapi rasanya belum afdol kalau belum nyoba di kopi Ulee Kareng di warung kopi “Jasa Ayah” yang terletak di Jl. T Iskandar no 13-14a, Kec Ulee Kareng, Banda Aceh. Jangan membayangkan sebuah restoran yang bersih dan serba mewah. Tempatnya sangat sederhana, malahan terkesan sedikit kumuh. Warung ini sangat popular dan selalu dipenuhi pengunjung dari pagi hingga malam hari. Warung kopi yang sudah ada sejak tahun 1958 ini tidak hanya popular di Aceh tetapi juga keseluruh Indonesia. Pasca tsunami, dengan banyaknya pekerja asing yang berdatangan ke Aceh, kepopuleran “Jasa Ayah” bahkan merambah sampai ke manca negara.

Warung kopi lain yang tidak kalah populernya adalah warung kopi SMEA, yang terletak di Jl . P Nyak Makam. Warung yang awalnya Kantin milik SMEA I ini sekarang telah menjadi warung publik dan dikelola secara professional. Saya sendiri lebih suka di SMEA, karena disamping kopinya tidak terlalu berat juga pilihan makanan kecilnya banyak dan lebih bervariasi. Favorit saya dadar gulung fla duren , pisang goreng gula merah, dan kue sarikaya.



Senin, 23 Februari 2009

Surat untuk Golkar : JK Capres untuk 2014 saja

GOLKAR maju dengan Capres sendiri
Sampai beberapa saat yang lalu belum terlihat apakah GOLKAR akan maju dengan Capresnya sendiri atau tidak. Mungkin menunggu sampai Pemilu Legislatif. Kalau hasilnya bagus mungkin maju sendiri. Ketika JK menolak sistem "Konvensi nasional" untuk memilih Capres, saya langsung menangkap bahwa sang Ketua Umum akan maju sendiri. Sebab kalau melalui konvensi belum tentu JK yang kepilih. Masih banyak kader-kader Golkar lain yang juga potensial. Sayang, sebetulnya sistem konvensi ini memberi citra bahwa Golkar partai yang maju sekali. Partai-partai lain belum ada yg berani menggunakan sistem konvensi.
Pernyataan Mubarok, salah satu ketua Partai Demokrat, yang menyatakan kalau Golkar hanya memperoleh 2,5 % suara di pemilu nanti maka Partai Demokrat akan mencari Cawapres yang lain nampaknya membuat berang seluruh jajaran Partai Golkar. Golkar sebagai partai yang besar tersinggung, hingga memutuskan akan maju dengan calonnya sendiri. Pengarahan Surya Paloh, Ketua Dewan Penasehat Parati Golkar, bahwa Golkar masih mempunyai calon internal yang potensial nampaknya juga membuat JK tersinggung, sehingga memutuskan untuk menerima penacalonannya sebagai Capres. Saya melihat move Golkar ini agak terburu-buru dan emosioanal.

Kans SBY terpilih lagi
Sebagai incumbent SBY mempunyai banyak keuntungan. Apa yang dikatakan , apa yang dikerjakan sehari-hari bisa jadi bahan kampanye. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh calon-calon yang lain. Dari penurunan harga BBM, peresmian proyek-proyek sampai perayaan Cap Go Meh, bisa diatur untuk kepentingan politiknya. Jadi, kalau lawannya masih orang-orang lama, seperti : Megawati, Gus Dur, Wiranto, Sultan X, Akbar Tanjung, dan juga JK, pasti SBY yang kepilih lagi.
Megawati adalah masa lalu. Megawati tidak pernah melakukan komunikasi politi dengan baik. Rakyat tidak pernah tahu apa maunya Mega sebagai presiden, karena dia tidak pernah "bicara". Munculnya Megawati sebagai pemimpin lebih banyak didorong oleh faktor kasihan, karena dia sering di-zalimi, baik pada saat jamannya Pak Harto maupun waktu pemerintahan Gus Dur. Sama seperti mencuatnya nama SBY dulu, setelah rakyat merasa dia telah di-zalimi Megawati. Itulah psikologi atau sinetorn politik.
Bagaimana dengan Gus Dur? Salah satu kebodohan bangsa ini ialah telah memilih Gus Dur sebagai presiden. Kalau Gus Dur berbuat yang aneh-aneh itu bukan salah Gus Dur, tetapi salah yang memilih. Kita semua siudah tahu bahwa Gus Dur orangnya aneh dan penuh kontraversi.

Jadilah Wapres yang baik
Jadi, menurut saya untuk Pilpres mendatang JK sebaiknya maju sebagai pendamping SBY atau wapres saja, Untuk 5 tahun mendatang tunjukakan bahwa JK memang Wapres yang baik, bisa bekerja sama dengan Presiden, tulus dan loyal. Karena selama ini kesan rakyat JK tidak dapat bekerjasama dengan SBY. Untuk 5 th kedepan JK mempunyai kesempatan untuk memperbaiki citranya dan membuktikan bahwa bisa menjadi Presiden yang baik.


Capres tahun 2014
Nah untuk Pemilu 2014 baru JK maju sebagai Capres. SBY sudah tidak mungkin mencalonkan lagi, JK mempunyai banyak kesempatan untuk kampanye dan merebut simpati rakyat. Daripada maju sebagai Capres, terus kalah, nanti malah jabatan wapres juga hilang.
Tapi itu lebih banyak untuk kepentingan JK sebagai pribadi. Golkar sebagai partai besar tentu punya pendapat lain. Itu juga kalau tidak ada Calon-calon lain Golkar yang mau maju sebagai Capres. Akbar Tanjung saya kira ingin juga maju sebagai Capres.